Sunday, October 14, 2007
Sebelas Bulan yang telah kita lewati pastilah tak luput dari salah dan Khilaf,walau kita tak pernah bersua,hati ini tetap terasa dekat,seiring kumandang takbir,tahlil dan tahmid ijinkan kami berucap dihari nan fitri ini
Taqqabbalallahu Minna Waminkum,Kullu Aamin Wa Antum Bi Khoir Shiyaamana Wa Shiyaamakum,Minal Aidzin Walfaidzin,Mohon Maaf Lahir dan Batin,Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1428 Hijriah. "IkhsanNissa Dan Keluarga"
Wednesday, September 26, 2007
Menyambut Fajar Kemenangan
Oleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR
MAHASUCI Allah Yang Mahaagung. Alhamdulillah, dengan rahmat dan karunia-Nya sampailah kita di saat-saat terakhir bulan Ramadan tahun ini. Sesungguhnya dengan berakhirnya bulan Ramadan yang mulia ini, kita harus merasa sangat sedih karena siapa tahu kita tidak akan berjumpa lagi dengan Ramadan yang akan datang. Padahal, peluang kita untuk bisa mulia dengan menggunakan sarana bulan ini sungguh luar biasa besarnya.
Kita tidak pernah tahu, apakah di tahun depan kita masih bisa bertemu lagi dengan Ramadan atau tidak. Bukankah tidak sedikit saudara, sahabat, maupun kaum kerabat yang tahun lalu masih berjemaah salat Tarawih dengan kita, namun kini sudah tiada. Tidak sedikit handai tolan juga teman sepermainan yang tahun lalu masih khusyuk bertadarus bersama, mengumandangkan takbir bersama, atau salat Id berjemaah, kini telah dipanggil pulang oleh pemiliknya. Allah, Dzat Yang Maha Menguasai setiap gerak-gerik kita.
Oleh karena itu, di pengujung bulan Ramadan ini sudah saatnya kita membulatkan tekad untuk senantiasa menata hidup kita di bulan-bulan berikutnya selepas Ramadan dengan amalan yang lebih baik. Kita memohon kepada Allah agar setelah menjalani ibadah Ramadan ini kita kembali kepada fitrah (kesucian) sebagaimana sucinya bayi yang baru dilahirkan. Dan semoga kita pun tetap istikamah dalam menapaki jalan-Nya.
Sepatutnya, perjalanan ibadah di bulan Ramadan ini membuat kita sadar bahwa kehidupan di dunia hanyalah sekadar mampir. Dunia bukanlah tujuan kita. Sekaya apa pun rezeki yang kita makan akan menjadi kotoran, apa yang kita pakai akan menjadi usang, dan selebihnya adalah harta yang kita "akui" sebagai milik kita.
Orang yang betul-betul menikmati Ramadan melihat dunia ini menjadi kecil. Kita berkarya sekuat-kuatnya, kita melakukan yang terbaik di dunia ini, tetapi bukan untuk tujuan kita, ini adalah ladang amal kita. Dengan Ramadan, hati semestinya menjadi semakin akrab dengan Allah. Kalau hati kita makin akrab dengan Allah, makin ikhlas, hidup kita pun akan menjadi tenteram. Sesungguhnya dengan zikir kepada Allah akan menenteramkan hati kita. Kita akan menjadi orang yang sabar, tidak gentar, karena kita yakin bahwa semua masalah yang menimpa kita telah diukur oleh Allah. Dengan demikian kita akan menjadi pribadi ikhlas, tidak perlu kita mencari pujian manusia karena yang membagikan rezeki adalah Allah. Yang mengangkat derajat kita adalah Allah.
Pada akhir Ramadan, sebaik-baik malam adalah malam yang kita gunakan untuk bersyukur kepada Allah agar diberi kemampuan untuk berjumpa dengan Ramadan yang akan datang. Mari kita buka lembaran baru di bulan Syawal yang akan kita jelang. Kita buka dengan lembaran-lembaran putih, suci, dan bersih. Lembaran-lembaran hidup yang siap diisi dengan amaliah ibadah demi meraih rida-Nya.
Kita tutup Ramadan ini dengan memenuhi kewajiban kita untuk menyantuni fakir miskin. Tunaikanlah zakat dengan ikhlas, jangan berharap apa pun kecuali rida Allah. Sedekah sudah kita kumpulkan jauh sebelumnya, jangan sampai dikirim sesudah Lebaran. Nantinya mereka yang dikirimi tidak sempat menikmatinya. Kalau dibagi-bagikan saat Lebaran, yang ditakutkan akan menjadi pengaruh negatif, menjadi riya misalnya. Lebih baik, bungkus dengan rapi, dan kirimkan jauh sebelum Lebaran. Sehingga pada waktu Lebaran nanti mereka bisa berpakaian dengan baik.
Penuhi malam kemenangan ini dengan untaian gema takbir. Biarkan lisan kita basah menyebut-nyebut kebesaran-Nya, biarkan qalbu kita merasakan dahsyatnya keagungan Allah. Jangan kotori dengan hal-hal yang dapat merusak, atau pikiran yang bisa menimbulkan kemudaratan.
Usai salat Idulfitri nanti, bersegeralah menemui kedua orang tua kita. Bersimpuhlah kita, memohon maaf dan keridaan dari ibu dan ayah kita. Coba hitung! Betapa selama ini kita telah menyusahkan mereka, menyakiti mereka. Alangkah durhaka dan betapa tidak bersyukurnya kita jika sampai menyia-nyiakan mereka. Mohonlah rida pada orang tua karena rida Allah terletak pada rida kedua orang tua. Dan bila kedua orang tua kita telah tiada, doakan mereka. Mohonkan ampunan kepada Allah, semoga Allah memberi mereka nikmat kubur.
Jika kita merasa pernah menzalimi seseorang, sengaja ataupun tidak, temui orang itu dan mohon keikhlasannya untuk memaafkan kesalahan kita. Tekadkan pada diri kita untuk tidak akan lagi berbuat zalim, sekecil apa pun dan kepada siapa pun. Jangan sia-siakan upaya kita untuk menyucikan diri dengan mengotorinya lagi dengan dosa.
Semoga, kita keluar dari kepompong Ramadan ini sebagaimana layaknya ulat yang baru berubah menjadi kupu-kupu yang cantik dan indah. Semoga kita telah bermetamorfosis dari lumuran dosa menjadi pribadi yang fitri (suci) kembali. Semoga Allah menyingkapkan tabir di hati kita sehingga kegelapan di hati ini terganti dengan kebeningan qalbu yang bercahaya. Dan hari-hari kita yang tersisa menjadi hari-hari yang semakin akrab dengan kehangatan kasih-Nya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup dekat dengan Allah. Selamat menyongsong fajar 1 Syawal, semoga kita benar-benar dapat meraih derajat takwa. Taqobalallaahu minna wa minkum, shiyaamana wa shiyaamakum. Wallahu a'lam. "Sumber HU Pikiran Rakyat.11 Oktober 2007"Sunday, September 16, 2007
Shalat Tahajud
Al Barqi,dalam bukunya Al Mahasin juga telah meriwayatkan bahwa imam muhammad baqir as telah berkata bahwa setan malam,yan bernama Ar Raha menggoda hamba yang bangun ditengah malam bahwa waktu untuk ibadah belum tiba.Dia mengulang hal yang sama kapan saja hamba itu terbangun ,ketika berhasil menghalangi seseorang hamba melakukan shalat tahajud,maka setan itu mengencingi telinga hamba itu menggerak gerakkan ekornya ,lantas lari menjauh.
Ibnu Abi Jumhur juga telah meriwayatkan bahwa nabi suci saw telah berkata kepada para sahabatnya,"ketika engkau hendak tidur,setan mengikat kepalamu dengan tiga belitan pemberatrasa kantuk.ketika engkau terbangun seraya menyebut nama Allah satu lilitan akan terlepas,ketika engkau berwudhu lilitan lainnya akan terlepas,ketika engkau melakukan shalat tahajud lilitan yang terakhir akan terlepas sehingga engkau merasa aktif dan nyaman ( rileks ) juka tidak engkau akan merasa lemas dan kacau.
Al Qutb Rawandi telah meriwayatkan bahwa imam Ali Amirul Mikminin as menegaskan bahwa kebanyakan makan akan menghalangi ( seseorang )dari ibadah malam sementara tidur sepanjang malam akan menghilangkan kerupawannan.
Juga telah diriwayatkan bahwa Nabi Isa as berbicara kepada ibundanya apakah dia lebioh suka hidup kembali didunia ini.sang ibu menjawab.." Aku ingin ( hidup kembali kedunia )" agar dapat melakukan shalat pada malam yang paling dingin dan berpuasa disiang hari yang paling panas.Ketahuilah wahai putraku,bahwa jalan hidup ini sangatlah berbahaya.
Demikian juga,imam ali Amirul mukminin as telah melukiskan para pengikut sejatinya,"Pengikut kami adalah yang wajahnya pucat karena sholat tahajud ,yang matanya muram karena takut kepada Allah,yang lidahnya kering karena puasa dan yang debu debu kekhusyukan menutupinya.
Pada kesematan yang lain Imam Ali Amirul Mikminin menerangkan para pengikut sejatinya ,"mereka bangun dengan penuh ketakutan dan berdiri segera untuk sholat tahajud sambil sesekali menangis dan juga bertasbih sambil menangis ditempat tempat ibadah seraya tersedu sedu mereka memilih malam untuk menangis ,kalau engkau melihat mereka ,wahai Ahnaf dimalam malam mereka berdiri menegakan tubuh mereka,tubuh tubuh mereka melengkung sambil membacakan beberapa bagian ayat al quran dalam sholat sholat mereka,jeritan,pekikan,dan tangisan mereka semakin menjadi jadi.
Imam Ali Amirul Mukminin as juga berkata,"sesungguhnya orang mukmin itu membebankan atas dirinya kesibukan ( baik aktifitas maupun ibadah kepada Allah ) sementara manusia lain berada dalam keadaan santai .ketika malam tiba ia menjauhkan wajah dari tempat tidur da besujud kehadirat Allah dengan seluruh kemuliaan anggota tubuh agar Sang penciptanya menyelamatkan dirinya ( dari api neraka ) begitulah orang mukmin itu, maka berlakulah seperti itulah kalian.!
Imam Shadiq berkata " bukanlah dari pengikut kami orang yang tidak pernah mendirikan sholat tahajud.
Imam Shadiq juga berkata "Pengikut kami adalah yang pucat,yang kering dan yang jika malam datang ,ia menyambutnya dengan penuh kesedihan .
Imam Shadiq juga berkata, "pengikut kami adalah ahli wara', pekerja keras ahli amanah,tepat janji ,ahli zuhud dan ahli ibadah ,ia selalu melakukan sholat 51 rakaat disiang dan malam hari puasa disiang hari,membersihkan hartanya pergi kehaji dan menjauhi setiap yang haram.
Imam Shadiq juga berkata, "Pengikut kami adalah ia yang dikenal dengan beragam sifat : dermawan,Pemurah kepada kawan ,dan melakukan sholat 51 rakaat diwaktu malam dan siang. salinan dari buku Maka Bertahajudlah"Al Huda"
Tuesday, September 11, 2007
ﻪﺘﺎﻜﺮﺒﻮ ﷲﺍﺔﻤﺤﺭﻮ ﻡﻜﻴﻠﻋ ﻢﻼﺴﻠﺍ
Marhabaan Yaaa Ramadhan 1428 H.
Ramadhan Shahrul Qur'an
Ramadhan Shahrul Jihad
Do'a Malaikat Jibril
"Ya Allah abaikan puasa ummat Muhammad,
apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia:
Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami istri dan
Tidak berma'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Mohon ma'af lahir dan bathin
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Tuesday, August 28, 2007
ALLAHUMMA BARIKLANA FI RAJABBA WA SYABAN WA BALIGHNA RAMADHAN
Monday, August 27, 2007
”Brain Drain” dan Kebangkitan Bangsa
Oleh ARY GINANJAR AGUSTIAN
ADA sebuah pepatah Cina yang intinya menyatakan kalau bangsa mau sukses, yang harus dilakukan adalah membangun SDM-nya. Kebangkitan nasional adalah hasil dari cemerlangnya kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia pada awal tahun 1900-an.
SDM unggul yang mampu menjadi agen perubahan, seperti Dr. Wahidin Sudiro Husodo, lahir dari sistem pendidikan yang terarah dan terukur. Pertanyaannya, bagaimana dengan SDM dan sistem pendidikan kita dewasa ini?
Setelah generasi para "Bapak Bangsa" berlalu, sistem pendidikan nasional kita tak kunjung tuntas dan jelas. Ungkapan "ganti menteri, ganti kebijakan" terus berlaku. Akibatnya, kualitas anak didik tak bisa diunggulkan. Untuk mendapatkan pendidikan berkualitas banyak pelajar dan mahasiswa kita "lari" ke luar negeri, termasuk yang disponsori negara dengan jumlah ribuan tiap tahunnya.
Tetapi, dengan alasan minimnya kesempatan, pekerjaan, dan kurangnya penghargaan yang layak, setelah lulus mereka enggan kembali ke tanah air. Banyak putra Indonesia yang jenius, memilih hidup di luar negeri. Fenomena itu disebut brain drain (hengkangnya otak-otak cemerlang).
Ketidakpulangan mereka jelas merugikan bangsa dan negara. Terutama yang berangkat dengan beasiswa negara, yang berasal dari pajak rakyat. Berapa banyakkah otak cemerlang Indonesia yang menyeberang? Indonesia tidak punya data lengkap. Sebagai perbandingan, dalam konferensi PBB untuk perdagangan dan pembangunan (1996) disebutkan, paling tidak benua Afrika kehilangan 60.000 tenaga terampilnya antara tahun 1985-1990 atau hampir senilai US$ 12 miliar (sekitar Rp 110 triliun).
Mereka adalah aset bangsa, SDM yang unggul. Akan tetapi, di negeri sendiri, para cerdik pandai itu merasa tidak bahagia lahir dan batin. Bayangkan, gaji peneliti lulusan program doktoral (S-3) hanya Rp 1,5 juta per bulan, lebih rendah dari gaji sopir busway yang mencapai Rp 3 juta per bulan.
Demikian pula penghasilan guru besar di perguruan tinggi negeri hanya Rp 2,5 juta per bulan, lebih kecil dari beasiswa yang didapat 15 tahun lalu sebesar US$ 600 (sekitar Rp 5,5 juta). Dengan kenyataan itu, jelas, mereka tidak mendapatkan kebahagiaan emosi maupun fisik karena tidak mendapatkan pengakuan dan penghargaan yang layak.
Majalah Gatra terbitan 10 Oktober 2003 pernah mewawancarai salah seorang dari mereka, Dr. T, yang mengaku sangat ingin pulang ke Indonesia dan berkarya di negeri sendiri. Selain mengajukan syarat gaji dan bidang keilmuan yang cocok, "Saya cuma minta fasilitas laboratorium yang memadai dengan akses internet, serta komitmen untuk membantu pengembangannya," katanya. Dengan itu saja tanpa perlu fasilitas rumah dan mobil, maka vocation (panggilan jiwanya) akan terpenuhi.
Bagaimana untuk mengatasi hal ini? Sebelum berangkat ke luar negeri, sebaiknya mereka diberikan pembekalan mengenai komitmen spiritual hingga memahami makna kehidupan tertinggi. Tak lupa komitmen emosional agar memiliki wawasan kebangsaan (nasionalisme). Jadi, mereka tidak hanya mengandalkan komitmen intelektual yang berorientasi pada materi belaka.
Gerakan repatriasi, yaitu kembalinya SDM kita ke pangkuan ibu pertiwi, harus dimulai. Taiwan telah melakukannya, dan kini produk domestik brutonya (GDP) per kapita di atas US$ 20.000 per tahun. Di India, sejak awal 2000 sampai kini, diperkirakan 35.000 warganya pulang, dan India sekarang melaju menyusul Cina.
Thailand membuat program "Reserve Brain Drain" dengan iming-iming gaji dua kali lipat standar domestik. Di Pakistan, Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, Prof. Attaur Rahman, meningkatkan insentif mereka sebesar empat kali gaji menteri. Ayo, pulangkan para putra bangsa yang bersinar, untuk sebuah "Indonesia Emas"! ***kutipan dari HU PR Bdg
Thursday, August 16, 2007
Seni Memimpin Diri
Oleh ARY GINANJAR AGUSTIAN
KETIKA baru pulang dari perang terhebat di zaman Rasulullah, yakni Perang Badar, maka nabi yang mulia memberikan nasihat-nasihatnya. Perang itu berlangsung di bulan Ramadan ketika nabi dan para sahabatnya tetap menjalankan ibadah puasa.
"Kita baru saja kembali dari perang kecil menuju ke perang yang lebih besar. Perang besar itu adalah menghadapi hawa nafsu," kata Rasulullah saw.
Frederick Agung, Raja Prusia yang terkenal itu, suatu hari berjalan-jalan di pinggiran Kota Berlin, Jerman. Ia bertemu dengan seorang laki-laki tua yang sedang berjalan ke arahnya, kemudian ia bertanya:
"Kau siapa?" tanya Frederick.
"Saya raja," jawab sang laki-laki tua.
"Raja?" Frederick tertawa. "Atas kerajaan mana kau memerintah?"
"Atas diri saya sendiri," jawab laki-laki tua itu dengan bangga.
Potongan kisah Nabi Muhammad dan pembicaraan Raja Frederick itu mengingatkan kita bahwa seorang pemimpin harus mampu memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Apabila seseorang telah mampu memimpin dirinya, berarti dia telah berhasil menjelajahi diri dan mengenal secara mendalam siapa dirinya. Sebelum memimpin ke luar, ia telah mampu memimpin ke dalam.
Muhammad, sebelum menjadi nabi dan pemimpin besar, telah berhasil memimpin diri sendiri. Tak heran apabila pada usia belia telah mendapat gelar dalam hal integritas dan kejujuran yaitu "Al-Amin" dari masyarakat Quraisy yang kelak menjadi penentang utamanya. Sampai saat ini belum ada satu pun universitas di dunia yang memberikan gelar "Al-Amin" kepada lulusannya.
Pengenalan diri lebih intensif dilakukan Muhammad di Gua Hira, sebuah gua yang berada di puncak Bukit Cahaya (Jabal Nur) di pinggiran Kota Mekah. Perenungan tersebut yang selanjutnya mengantarkan pada pengenalan Sang Pencipta, Allah SWT.
Begitu pula dengan yang terjadi pada Nelson Mandela, pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis menjadi negara yang demokratis dan merdeka. Dalam sebuah wawancara, Nelson Mandela menceritakan selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya.
Ia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya sehingga menjadi manusia yang mampu mengendalikan diri, memaafkan orang yang memusuhinya. Karena itulah, Mandela kemudian diakui sebagai pemimpin sejati.
Memimpin diri adalah pekerjaan yang amat berat. Tak mudah bagi seseorang untuk selalu mampu memimpin diri sendiri melawan penjajahan hawa nafsu. Hal ini berkaitan dengan kedisiplinan diri yaitu mencapai apa yang sungguh-sungguh diharapkan dan melakukan yang tidak diinginkan. Musuh yang paling berat untuk ditaklukkan adalah diri sendiri.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Kepemimpinan adalah transformasi internal dalam diri seseorang. Sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Karena itulah, ketika usai Perang Badar, Rasulullah mengatakan masih ada peperangan yang lebih besar, yaitu perang melawan diri sendiri. Itulah perang sepanjang hayat, yaitu mengendalikan dan memimpin diri ke jalan kebenaran. Wallahu-a'lam.***
http://www.istanasurgaku.blogspot.com
Hidup Proporsional
Oleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR
Semoga Allah Yang Mahakaya mengaruniakan kekayaan yang penuh berkah, dan melindungi kita dan tipu daya kekayaan yang menjadi fitnah.
SAUDARAKU, salah satu hal yang harus kita waspadai saat ini adalah kegemaran sebagian orang terhadap kemewahan dan menggejalanya pola hidup konsumtif. Apa kerugian hidup bermewah-mewah? Di zaman sekarang kemewahan bisa membawa bencana. Minimal dicurigai orang lain. Siksaan pertama dari kemewahan adalah ingin pamer, ingin diketahui orang lain. Siksaan kedua dari kemewahan adalah takut ada saingan. Pemuja kemewahan akan mudah dengkinya kepada yang punya lebih. Penyakit ketiga cemas, takut rusak, takut dicuri. Makin mahal barang yang dimiliki, kita akan semakin takut kehilangan.
Hidup mewah juga sesungguhnya membuat biaya hidup menjadi tinggi, apalagi orang yang hobi kepada merek, karena kita bisa jadi seperti etalase. Bukan tidak boleh memakai barang bermerek, tetapi apa artinya merek bagus jika diri kita murahan. Apalah artinya memakai jam tangan mahal, tetapi untuk sedekah pelitnya luar biasa. Persoalan sebenarnya adalah dia kehilangan jati dirinya. Apalagi, barang-barang mewah itu membutuhkan biaya perawatan yang tinggi dan harus dijaga dengan baik sehingga biaya pengamanannya juga tinggi. Oleh karena itu, sejak sekarang mulailah merujuk kepada teladan kita Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad adalah puncak kemuliaan, puncaknya prestasi yang bagi kita umat Islam sudah tidak ada keraguan lagi akan kemuliaannya. Beliau adalah pemimpin sebuah negara, tetapi beliau tetap dikenal sebagai orang yang bersahaja, bahkan sampai sekarang tidak kurang kemuliaannya.
Kalau mau jujur, sebenarnya orang-orang yang bersahaja itu selalu mencuri hati kita. Kalau ada pejabat tinggi yang bersahaja, hati kita akan tercuri. Kalau ada artis kaya dan terkenal tetapi bersahaja, kita kagum kepadanya. Begitu pun kalau ada orang yang sukses tetapi hidup bersahaja, selalu saja dia memiliki pesona tersendiri.
Memang bersahaja itu membuat seseorang lebih berharga dari apa yang dimilikinya. Mungkin dia mempunyai mobil bagus, tetapi dirinya jauh lebih berharga daripada mobilnya. Dengan begitu, ketika mobilnya tiada, tidak pernah berkurang kemuliaannya. Seseorang yang mempunyai kedudukan tinggi di sebuah institusi, tetapi dia begitu bersahaja, maka ketika pensiun atau dimutasi, tidak pernah berkurang kemuliaannya karena kemuliaannya melekat pada dirinya.
Orang yang bersahaja itu hidup tenteram dan tidak jadi bahan iri orang lain. Karena tidak ada yang membuat orang lain jadi iri, tidak membuat orang lain kotor hati, dan juga tidak membuat dirinya kotor hati.
Bagi orang yang hidupnya bersahaja dia akan tenang-tenang saja, karena dia tidak merasa perlu diistimewakan, tidak ingin dispesialkan, sehingga melangkah ke mana pun baginya teramat ringan tanpa beban. Seperti halnya Rasulullah saw. naik unta atau naik keledai, bagi beliau sama saja. Bahkan, rumah beliau juga begitu sederhana dan tidak dilengkapi perabotan yang mahal-mahal.
Oleh karena itu, hidup ini harus proporsional. Lalu apakah kita harus hidup miskin? Tidak! Namun, setidaknya kalau kita hidup bersahaja, selain hemat dan terhormat, insya Allah juga akan menjadi ladang ibadah bagi kita, karena mengikuti sunah Rasulullah saw. dan kita tidak membuat orang lain sakit hati. Dari sana, kita juga bisa bergaul secara nyaman dengan siapa pun.
Tidak apa-apa kita berpakaian bagus, yang penting proporsional. Misalnya, ketika pergi ke sebuah resepsi, tampaknya tidak layak jika kita berpakaian kumuh dan lusuh karena ingin dianggap bersahaja. Justru malah sebaliknya, orang akan mual melihat kita. Demikian halnya jika kita berangkat ke resepsi dengan memakai segala macam aksesori, tentu itu juga akan menjadikan kita bahan tontonan. Yang penting niat kita berpakaian itu untuk apa? Seharusnya kita semaikan niat yang utama untuk menutup aurat sesuai dengan syariat Islam, sehingga dari sana orang lain dapat melihat kemuliaan Islam.
Di pihak lain, kita juga harus mendefinisikan dulu pengertian mewah agar kita tidak mudah menilai orang lain hidup mewah, sementara kita sendiri tidak mengerti maksudnya. Mewah itu adalah sesuatu yang melampaui keperluan dan melampaui kemampuan. Kalau kita di rumah punya sandal jepit sepuluh pasang, bisa jadi kita termasuk orang yang mewah, karena kita tidak memerlukan sandal sebanyak itu. Seandainya seseorang membeli helikopter miliaran rupiah, maka itu belum tentu mewah kalau itu sesuai dengan keperluan dan kemampuannya. Rumah besar juga belum tentu tergolong mewah kalau pemiliknya memang meniatkan untuk hal-hal positif, seperti menampung anak yatim misalnya atau karena keluarganya memang banyak sehingga memerlukan tempat yang luas.
Jadi, dalam menilai sesuatu itu mewah atau tidak adalah dengan melihat apakah sesuai dengan keperluan dan kemampuan atau tidak. Kalau sesuatu tidak sesuai dengan keperluan dan kemampuan, itulah yang disebut mewah. Jadi, sekali lagi jangan menilai orang lain hanya menurut versi kita. Seperti halnya ukuran kaki, kita hanya boleh mengukur kaki kita dan tidak boleh kita iri dengan ukuran kaki orang lain yang lebih besar.
Yang paling penting adalah niat di dalam hati. Kalau kita terbiasa hidup bersahaja, hidup kita juga akan tenang dan tidak ada beban. Jadi, mulai sekarang latihlah untuk tidak rindu pujian orang dan tidak tamak dengan penilaian orang lain. Bersyukurlah apabila setiap barang yang kita miliki halal dan sesuai kemampuan. Terserah orang mau menganggap kita miskin, tidak apa-apa, karena kita tidak bisa hidup dengan penilaian orang lain terus-menerus.
Apa artinya kita dipuji orang lain, tetapi kita hidup tertekan. Apa artinya bila kita dipuji orang lain, tetapi kita menderita. Apakah seperti itu hidup yang kita inginkan? Mulai sekarang marilah kita evaluasi diri, jika masih berminat untuk hidup bermewah-mewah, bersiaplah dengan segudang penderitaan. Akan tetapi, kalau kita hidup bersahaja, itulah yang akan selalu membuat orang menjadi terhormat.
Tampaknya, pola hidup sederhana harus dibudayakan kembali di masyarakat. Tak terkecuali di keluarga kita. Kalau orang tua memberikan contoh pada anak-anaknya tentang kesederhanaan, maka anak akan terjaga dari merasa diri lebih dari orang lain, tidak senang dengan kemewahan, dan mampu mengendalikan diri dari hidup bermewah-mewah.
Semoga dengan hidup sederhana dan proporsional; tidak berlebihan, kita memiliki anggaran berlebih untuk ibadah, untuk meningkatkan kemampuan kita, dan untuk beramal saleh menolong sesama. Amin. Wallahualam.***PR Bdg"