ikatlah ilmu dengan menuliskannya"sanitomichie"

Saturday, April 7, 2007

Ketika Umurku 29

"Seorang hamba do'anya akan senantiasa dikabulkan selama tidak berdo'a untuk perbuatan dosa, atau memutuskan silaturahim, serta selama tidak tergesa-gesa." Beliau ditanya, Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan tergesa-gesa?" Rasulullah menjawab, "Aku telah berdo'a, aku telah berdo'a, tetapi aku belum melihat do'aku dikabulkan. Lantas ia merasa kecewa dengan hal itu, sehingga ia pun tidak mau lagi berdo'a". (HR Muslim)



Di Pagi Hari Ketika Umurku 29


Oleh : Maharani Arrahman

Baitijanati. Ya Allah Alhamdulillah, umurku beranjak ke angka dua puluh sembilan pagi ini. Tiap kali berulang tahun, renungan demi renungan aku lakukan. Tahun ini, aku terima semua yang terjadi dalam hidupku dengan lapang dada, tanpa perlu kecewa ketika menghadapi kenyataan bahwa keinginanku masih belum dipenuhi Allah. Ya Allah terima kasih, aku diberi kesempatan untuk memperbaiki diriku dan menangkap hikmah dari semua kejadian.

Betapa banyak nikmat yang diberikan Allah dan betapa malunya aku yang kadang tidak menyadarinya hanya karena satu permintaanku sejak beberapa tahun lalu belum dipenuhiNya, yaitu mempunyai suami, pendamping terbaik di sisiku. Ketika akal sehat dikalahkan oleh rasa frustasi, aku bertanya dalam hati apa yang kurang dari diriku. Mungkin ke-takaburanku yang menyebabkan belum datang seorang “arjuna” untukku. Kadang terbersit pikiran, apakah akan ada yang mencintaiku sungguh-sungguh hingga ingin menikahiku. Kadang di tengah keputus-asaan aku mengadu kepada Allah, Ya Allah aku hanya ingin berumah tangga untuk menjalankan sunnah Rasul, untuk menjaga hati dari zina, untuk menyempurnakan ibadahku. Mengapa untuk hal yang begitu sakral dan mulia Rabb belum juga memberikan “arjunaku”?

Ketika semuanya menjadi buntu, Rabb memberikan hidayahNya, aku memberanikan diri menggunakan jilbab, hampir setahun yang lalu, ketika aku baru saja berpisah dengan lelaki yang sangat aku cintai. Keputusan yang berat harus aku ambil demi mujahadah menegakkan syariah Islam untuk tidak pacaran, karena lelaki itu belum siap untuk menikah. Aku begitu yakin Allah akan memberikan jalan keluar untukku mendapatkan “arjuna” yang akan meminang dan menikahiku. Aku mencoba untuk membuka hatiku untuk lelaki-lelaki lain. Kemudian beberapa orang kawan berbaik hati mengenalkanku dengan beberapa lelaki tetapi hingga detik ini Allah belum memberikan “arjuna” yang melamarku. Beberapa lelaki kenalan baruku itu ada yang mundur teratur ketika melihatku menggunakan jilbab. Ya Allah ternyata sampai detik ini aku masih dicoba dengan keinginanku ini. Aku dicoba untuk menjadi Muslimah yang sholehah yang teguh menggunakan jilbab di tengah-tengah pencarianku untuk mendapatkan “arjunaku”.

Walaupun begitu aku mencoba untuk menangkap hikmah dari semua ini, bahwa Rabb ingin aku memperbaiki diriku sebelum “arjuna”ku datang dan Allah akan memberikan yang terbaik untuk hidupku. Ya Allah aku senang dan bangga Engkau menyayangiku, Engkau akan memberikan yang terbaik untukku. Untuk itu, aku berusaha untuk selalu berlapang dada, pasrah dan bertawakal, bahkan jika Engkau belum mengizinkan aku menikah dalam waktu dekat ini. (SW 31071974). (www.baitijannati.wordpress.com)

maha_rid@yahoo.com

Sumber : www.prayoga.net

Baju Baru Suamiku

"Pergunakan lima peluang sebelum datang yang lima: Masa muda sebelum tiba masa tua, masa sehat sebelum tiba masa sakit, masa lapang sebelum tiba masa sibuk, masa kaya sebelum tiba masa miskin, dan masa hidup sebelum tiba masa mati" (Al-hadits)

Baju Baru Suamiku

Ditulis oleh Farid Ma'ruf di/pada April 4th, 2007

Baitijannati. Masku ribut lagi ! Apa pasal? Beliau tidak punya baju yang bisa dipakai ke tempat kerja pagi ini. Baju kemarin sudah asam bau keringat, dan sudah ku taruh di keranjang cucian kotor. Baju yang kemarinnya lagi saat ini sedang kubilas. Sedang baju yang seharusnya sudah bisa dipakai masih bertengger di jemuran basah, karena memang sudah tiga hari ini hujan turun terus menerus. Kalau sudah begini, akulah yang tergopoh-gopoh. Ku ambil baju lembab tersebut dari jemuran, lalu kusetrika sampai asapnya mengepul-ngepul darinya.

“Sabar ya, Mas..Sebenntaaar lagi..”kataku menenangkan suamiku yang sedang bolak-balik bak setrikaan yang kupegang karena tak sabar menunggu baju mengering. Lima belas menit kemudian, bereslah.Mas sudah siap dengan baju yang masih “hangat”dan pantalonnya, dan dengan riang seperti biasanya melangkahkan kakinya ke tempat kerja.

Begitulah! Suamiku memang cuma punya 3 lembar kemeja dan 2 pantalon yang layak dipakai ke tempat kerja.Sisanya kaus oblong cap angsa,sarung, serta celana training. Bukannya aku tidak memperhatikan kesejahteraan suami. Aku sendiri ikut prihatin melihat inventarisasi pakaian mas. Kalau tak salah sudah 7 kali lebih aku sisakan anggaran khusus untuk membeli baju baru buat Mas. Yang pertama, Mas sendiri yang mengambilnya, karena beliau butuh untuk tambahan ongkos ke luar kota. Yang kedua, kala itu aku sudah bersiap keluar , ketika Lik Giman-tukang sayur langganan kami- datang dan bilang istrinya harus operasi cesar untuk melahirkan anak mereka. Hubungan Mas dengan orang-orang kecil seperti Lik Giman memang akrab ( sampai aku bingung sendiri, apa resepnya?), sehingga mereka tidak sungkan-sungkan minta pertolongan ke keluarga kami. Melihat urusan Lik Giman lebih urgen dari pada baju baru buat Mas, kami menunda beli baju baru itu. Malah patungan dengan beberapa kawan untuk bersama-sama membiayai ongkos operasi tersebut. Yang ketiga, keempat,dan selanjutnya saaku sudah tak ingat lagi karena saking seringnya acara tidak jadi membeli itu terjadi. Tapi yang terakhir adalah paling kuingat. Waktu itu aku sudah sampai di toko baju. Dan ketika aku hendak membayar di depan kasir, baru kusadari tasku dirobek copet.Hilanglah dompet dan segala isinya…

Alhamdulillah satu tulisan ku dimuat di majalah. Dan ini tambahan rizki buat keluarga kami. Setelah kuhitung-hitung anggaran bulan ini, ada sisa buat anggaran baju dan pantalon baru mas. Kusimpan dalam amplop, dan kuberi judul besar-besar agar mudah mengambilnya. Dan kuminta pada Mas untuk membelinya dalam minggu ini juga. Agar bisa cepat memperoleh baju dan pantalon baru, juga agar tidak “keduluan” keperluan yang lain.

Lalu jadilah, hari Ahad pagi, aku, Mas dan anak-anak kami Fitri dan Umar,berencana pergi berbelanja sekalian rekreasi. Tetapi, ketika aku sedang memakaikan Fitri jilbab kecilnya kudengar pintu diketuk orang. Mas yang membukakan. Lalu..
“Dek Asri ! Ada Tari dan kawan-kawan, nih..”

Aku yang mendengar itu berpikir sejenak. Rasa-rasanya aku tak ada janji dengan mereka. Kutemui Tari, Keke, dan Lia, adik-adik kelasku di kampus. Sementara Mas berlalu ke belakang bersama Umar dan Fitri. Ketika kulihat wajah-wajah mereka, kutahu ada persoalan yang cukup serius. Maka kutunda kepergianku bersama Mas dan anak-anak.

“Mas, Mas pergi sendiri saja, ya? Sama Fitri juga boleh. Atau kalau nggak kerepotan sama Umar juga nggak papa..,” kataku ketika menemui Mas di belakang sambil membuat minuman.
“Hem..Memang ada persoalan serius?”Mas bertanya padaku sambil mengajak Umar bercanda.
“Sepertinya…”
Aku mengangguk.
“Yah, sudah kalau begitu. Kita pergi bertiga aja, ya, Fitri. Malah enak nggak ada ibu….” Mas tidak melanjutkan ucapannya ketika melihatku merengut mendengar gurauannya.
“Nnng, nggak deng…Nggak enak nggak sama ibu ya, Fit? Sepi..” sambungnya. Aku tersenyum.
“Tapi ingat, ya, Mas. Ini uang buat baju dan pantalonnya. Insya Allah, sudah Dek Asri hitung dan cukup untuk membeli 2 kemeja dan 1 pantalon bermutu bagus. Jangan dibelikan yang murahan. Cepet rusak soalnya…,”pesanku wanti-wanti.

Mas cuma mengangguk-angguk. Walaupun aku sangsi, Mas mendengarkan dengan sungguh-sungguh atau tidak yang aku pesankan. Dan setelah berpesan pada Fitri agar menurut apa yang dikatakan ayahnya selama berbelanja, dan memakaikan Umar yang sedang digendong Mas topi, aku membawa minuman ke depan dan tak lama diikuti oleh Mas, Fitri, dan Umar.

Fitri mencium tanganku dan tangan adik-aduk kelasku. Dia memang “primadona” Semua yang datang pasti senang memanjakannya. “Fitri pergi dulu, ya tante-tante…Assalamu’alaikum…,” pamitnya kenes. Lalu dengan riang menyusul ayahnya yang sudah keluar lebih dahulu.

**************

Lepas Ashar, Mas, Fitri, dan Umar pulang. Kulihat Mas cukup kerepotan membawa belanjaan, menggendong Umar, dan menggandeng Fitri.
“Sudah pulang Tari cs..?”tanya Mas padaku.
Yang kuiyakan sambil mengambil Umar yang pulas tertidur dalam gendongan Mas.
“Kecapekan..”Mas berkata sambil memandangi wajah damai Umar.

Ku bergerak menidurkan Umar di kamar anak-anak. Kulihat Fitri pun nampak mengantuk, maka kusuruh dia untuk tidur juga. Fitri menurut, tapi tak mau melepaskan kardus besar yang sedari tadi dipeluknya.”Ada apa, Dek..? Katanya masalahnya cukup serius…”

“Oh, Tari cs? Itu Anis-mas mungkin belum kenal-baru masuk tahun ini. Katanya harus operasi usus buntu..Kasihan anak itu, kan baru saja masuk…Rumah orang tuanya di Surabaya lagi… Jadi Tari dkk itu bergantian untuk menjenguknya di rumah sakit. Insya Allah, dek Asri mau menjenguknya besok. Ingin tahu keadaannya.” Aku membukakan kaus kaki Umar dan melap keringat yang bertaburan di wajah montoknya.

“Fitri, bungkusannya ditaruh dulu, ya, Nak…”kataku melepaskan bungkusan itu dari pelukan Fitri. Entah karena mengantuk, Fitri tidak memberontak seperti biasanya. Dia diam saa ketika kardus itu kuambil. Hmm, balok susun. Aku membaca tulisan bahasa Inggris di kardus tersebut.Tiba-tiba aku jadi curiga pada Mas yang masih berdiri di pintu kamar di belakangku. Kumenoleh pada Mas.
“Baju dan pantalonnya mana, Mas?”
Mas hanya nyengir memandangku.
“Nnng, belum sempat membeli…,”katanya. “Sampai di tempat mainan, Fitri merengek minta dibelikan balok susun itu. Mas pikir sudah lama tidak membelikan Fitri mainan.Jadi..”
Aku memandangi Mas dengan memanyunkan bibir.
“Terus ke toko buku. Ada buku bagus yang ingin Mas baca. Juga buku bergambar buat Fitri dan Umar buat belajar.Jadi…”
Aku tambah memanyunkan bibir.
“Lalu Mas ingat, Dek Asri sendiri selama dua tahun ini juga belum pernah membeli baju dan jilbab baru. Jadi Mas ke tokonya Harits (seorang kawan Mas yang berwiraswasta berdagang busana muslim). Dan akhirnya baru sadar ketika uangnya tinggal lima ribu..”

Aku melongo. Tidak tahu, apakah harus kesal atau bagaimana terhadap Mas. Namun kurasakan ada rasa bahagia yang menyelusup, karena Mas benar-benar memikirkan kepentingan kami, lebih dari kepentingannya sendiri. Jazakallah ya, suamiku. Semoga Allah membalas kebaikan Mas. Doaku sambil memandangi Mas penuh terima kasih.
“Awas ya, kalau ribut-ribut baju lagi karena cuma punya baju tiga..,”k ataku berpura marah. Mas cuma tertawa. (www.baitijannati.wordpress.com)

Sumber : prayoga.net

ilmu adalah investasi tiada henti