ikatlah ilmu dengan menuliskannya"sanitomichie"

Thursday, June 28, 2007

Karyawan Masjid

Melangkah dalam satu tujuan menuju ridho illahi.


Karyawan Masjid
Oleh RUSLI H. FADLI

KEBETULAN penulis tinggal di dekat salah satu kompleks masjid di Bandung. Dalam kompleks tersebut selain tersedia aula, pertokoan, perkantoran, juga terdapat sarana pendidikan untuk anak-anak. Kita biasa menyebutnya taman kanak-kanak (TK).

Sebagaimana umumnya TK, keseharian di lembaga pendidikan itu pun ramai dipenuhi jeritan, canda, tawa, terkadang tangis dari anak-anak peserta didik. Walau secara kuantitas jumlah peserta didik dalam lembaga ini masih tergolong kecil, tetapi kehangatan akan kehadiran anak-anak itu sangat dirasakan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

Sebagai orang yang tak asing dengan anak-anak tersebut, karena penulis tinggal bersebelahan dengan ruang belajar mereka, anak-anak tak canggung berbicara, bercerita tentang segala hal kepada penulis, bahkan tak jarang mereka memanggil penulis dengan sapaan "Bapak Guru".

Dalam satu percakapan, penulis melontarkan pertanyaan kepada salah seorang anak, "hai nak, siapa orang yang paling baik di sini?" dalam hati penulis menebak, sepertinya orang yang akan disebut oleh anak itu adalah gurunya. Karena, sering kita dapatkan bagi anak-anak yang berusia 4-5 tahun, guru lebih di utamakan dari yang lainnya, termasuk orang tuanya sendiri. Penulis tersentak, ternyata nama yang disebutkan oleh si anak jauh dari perkiraan penulis. Sang anak malah menyebut nama seorang karyawan (cleaning service) di lingkungan masjid tersebut. Sebut saja nama orang tersebut si "Pulan", yang baru saja lewat dengan membawa meja tambahan bagi kelas si anak.

Dalam ketertegunan itu, penulis lalu teringat ucapan bijak dari orang tua penulis dahulu bahwa anak kecil tak pandai menyembunyikan sesuatu, ia biasa berkata jujur, tulus, apa adanya. Kemudian muncullah kekhawatiran dalam diri penulis, jangan-jangan apa yang dikatakan sang anak tadi merupakan petunjuk yang datang dari Yang Maha Bijaksana melalui lisan si anak?

Bukankah dalam studi keagamaan (Islam), selain kita mengenal ayat-ayat qowliyah kita juga mengenal ayat-ayat kauniyah? Yaitu petunjuk tentang kearifan dan kebenaran yang diajarkan alam beserta isinya kepada manusia. Jumlahnya tidak terbatas seperti ayat dalam kategori pertama (qowliyah).

Dalam belitan pertanyaan yang belum terjawab, penulis mulai penasaran untuk mengamati perilaku yang dilakukan oleh si Pulan. Dalam tataran aktivitas ibadah, tidak ada sesuatu yang istimewa yang dilakukan olehnya. Kelebihannya, mungkin hanya sesekali mengumandangkan azan ketika masuk waktu salat. Selebihnya tidak ada. Dalam aktivitas sosial, langkahnya agak terbatas oleh pekerjaannya sebagai karyawan masjid. Mungkin untuk aktivitas ini, penulis menilai diri penulis sendiri lebih baik dari dirinya, karena menjadi salah satu pengurus salah satu organisasi kemasyarakatan. Lalu di mana kelebihan si Pulan tadi?

Akhirnya, pertanyaan yang selama ini terus membayangi terungkap juga. Suatu waktu menjelang subuh, penulis tak sengaja pergi ke dapur masjid untuk mengambil air. Tak disangka ternyata si Pulan telah terjaga dan telah melakukan aktivitas di sana. Membersihkan lantai, memasak air panas untuk jemaah masjid, membersihkan peralatan minum, dan lain sebagainya telah dilakukannya di pagi yang buta itu. Inilah mungkin jawaban dari misteri si Pulan yang disebutkan oleh sang anak di atas, yang belum tentu si anak mengetahui aktivitas si Pulan itu.

Sebagai karyawan di salah satu institusi keagamaan, tentu aturan kerja yang diterapkan berbeda dengan kebanyakan karyawan di lingkungan perusahaan umumnya. Si pulan tidak mendapatkan bayaran sebesar yang diterima karyawan biasa. Ini sangatlah wajar, mengingat pendapatan masjid tidak diorientasikan kepada gaji karyawan. Akan tetapi, ada nilai yang selama ini ditunjukkan oleh si Pulan, yaitu etos kerja dengan penuh tanggung jawab, (dalam bahasa Alquran dikenal dengan amanah) dan pengorbanan hak pribadi demi hak orang banyak (ikhlas).

Siapa pun dan apa pun profesi yang digeluti oleh seseorang ketika dua semangat tadi ada dalam diri seseorang, maka ia akan menampilkan karya terbaiknya di setiap aktivitas. Dibayar ataupun tanpa dibayar, diperhatikan orang ataupun tidak, dipinta ataupun tidak, amanah dan keikhlasan merupakan bingkai indah dari setiap amal seseorang (Muslim).

Diceritakan dalam satu riwayat, ketika hendak menghadapi perang Uhud, Nabi Muhammad terlihat sedih dan murung. Salah seorang sahabat bertanya, "ya Rasulullah, kenapa baginda bersedih, apa yang baginda khawatirkan, padahal jumlah bala tentara kita jauh lebih besar dari pada saat kita menghadapi perang Badar? Rasulullah menjawab, "memang saat ini jumlah tentara Muslim lebih banyak, tetapi yang betul-betul ikhlas berjuang di jalan Allah sangat sedikit aku temukan".

Agaknya tak berlebihan ketika kita mengatakan bahwa apa yang dilakukan si Pulan di atas, lebih utama daripada tokoh-tokoh agama yang lebih banyak menghabiskan pikirannya untuk memproduksi "tafsir justifikasi" bagi kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada kepentingan umat. Seruan "kesabaran" dan "ketabahan" terhadap lilitan kemiskinan yang diucapkan para ulama, walau dibalut dengan teks-teks agama, agaknya tidak lebih utama daripada percikan air yang dituangkan si Pulan dengan ikhlas dalam membersihkan lantai masjid, menyajikan air hangat kepada jemaah subuh, dan bentuk pembelaan lainnya terhadap agama ini.

Semoga perumpamaan Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 265 tentang perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah seperti kebun yang terletak didataran tinggi kemudian disiram dengan hujan yang lebat, maka kebun itu menghasilkan buah yang lebat, menjadi milik si Pulan akibat keihlasannya dalam menjaga agama ini. Amin. Wallahu 'alam bishowab.

Penulis, Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Barat
ilmu adalah investasi tiada henti