ikatlah ilmu dengan menuliskannya"sanitomichie"

Thursday, June 21, 2007

Santriwati Gaul

Melangkah dalam satu tujuan menuju ridho illahi.

Sahabat itu adalah dorongan ketika engkau hampir berhenti, petunjuk jalan ketika engkau tersesat, membiaskan senyum sabar ketika engkau berduka, memapahmu saat engkau hampir tergelincir, dan mengalungkan butir2 mutiara doa pada dada mu


Santriwati Gaul
STUDIA Edisi 331/Tahun ke-8 (5 Maret 2007)

Kehidupan para santri ternyata bisa diangkat kisahnya jadi cerita yang lumayan menarik. Paling nggak bisa kita nikmati dalam sinetron yang tayang di TPI akhir-akhir ini (setiap hari Minggu, jam 19.00 WIB). Yup, judulnya Santriwati Gaul. Dibintangi tiga artis remaja yang ngetop sebelumnya di layar lebar. Mereka adalah Zhi F, Tania Harjosoebroto dan Fitria Rachmadina. Zhi F dan Tania adalah pemeran di film horor Bangku Kosong. Sementara Fitria Rachmadina di film Bintang di Surga. Oya, pemeran lain di sinetron Santriwati Gaul ini adalah Gunawan dan Renny Umari.

“Selama ini, pesantren masih dianggap sebagai pilihan sekunder dalam sebuah sistem pendidikan formal di negara kita. Padahal, tak sedikit pesantren modern yang punya sistem pendidikan yang bagus,” ujar sutradara Gambulano APH mengenai misi yang terkandung dalam Santriwati Gaul (http://seputar-indonesia.com, 20/01/2007)

Lebih lanjut menurut Gambulano, Santriwati Gaul adalah sinetron sosial dengan pendekatan komedi berlatar belakang pesantren dengan tiga orang gadis remaja sebagai tokoh utamanya. Mereka adalah sosok remaja yang tengah mencari jati diri, layaknya remaja lain. Namun karena alasan tertentu, ketiga orangtua mereka memilih pesantren sebagai lembaga pendidikan yang dapat membimbing anak gadis mereka menjadi manusia yang bisa diharapkan di kemudian hari.

“Pada intinya, tiga santriwati yang menjadi inti dalam sinetron ini adalah gambaran gadis remaja pada umumnya,” ungkap Gambulano. Dikisahkan, Aulia (Zhi F), Betty (Tania Harjosoebroto), dan Mardiyah (Fitria Rachmadina), tiga murid Pesantren Kharisma Hati yang tinggal sekamar dan bersahabat. Aulia adalah anak pengusaha kaya yang cantik, modis, gaul, berani, serta memiliki gaya bicara ceplas-ceplos. Sementara Betty, seorang gadis gendut, gemar makan, cuek, berani, tetapi sembrono, datang dari keluarga pedagang kaya. Adapun, Mardiyah adalah gadis keturunan priyayi Solo yang cantik, jujur, dan lugu. Oya, Aulia adalah sosok yang mengenal seluk-beluk dunia remaja metropolis.

Bro, cerita di sinetron ini cukup unik dan karakternya cukup kuat dari setiap tokohnya. Selain karakter tiga santriwati seperti yang udah dipaparkan tadi, ada juga karakter ustad Sobri yang diperankan Gunawan. Digambarkan bahwa ustad Sobri ini orangnya bijaksana, pintar, welas asih, gentleman ditambah paras yang rupawan. Karakter berikutnya adalah Ustadzah Habibah (Renny Umari) yang rada-rada galak, sinis (terutama kepada Aulia), judes, dan suka caper alias cari perhatian (terutama dari ustad Sobri).

Inilah sekilas gambaran tentang sinetron Santriwarti Gaul keluaran Starvision yang kini sedang tayang di stasiun televisi TPI.

Masih minim tuntunan
Sebagai sebuah tontonan yang menghibur, sinetron ini cukup menyegarkan di tengah derasnya sinetron remaja yang melulu tentang cinta dan hedonisme. Santriwati Gaul boleh dibilang beda. Meski tentu saja masih memiliki kekurangan di sana-sini. Terutama soal pesan tuntunan Islam yang ingin disampaikan dalam cerita itu masih kurang menekan.

Sekadar contoh aja dalam dua episode yang pernah tayang, Kamus Nabi Yusuf dan Kemelut di Tengah Musibah. Kalo dilihat dari segi penceritaan bisa dibilang lumayan bagus. Alurnya mengalir enak dan banyak adegan kocak yang segar. Tanpa dibuat-buat. Namun, soal isi masih perlu pembenahan. Misalnya tentang hubungan pergaulan antara laki dan wanita. Memang, dalam kehidupan nyata tentang longgarnya pergaulan antara laki dan perempuan, termasuk di lingkungan pesantren, faktanya memang ada. Bahkan sangat boleh jadi dalam sinetron ini adalah menangkap pesan yang udah nyata di lapangan.

Dikisahkan misalnya dalam episode Kamus Nabi Yusuf, Ustad Sobri yang merasa iba kepada Rena, yang mengaku bahwa perbuatan tak terpuji yang dilakukannya kepada Aulia dkk adalah karena minimnya pemahaman agama, akhirnya mau ngajarin Rena mengaji.

Nah, sebetulnya di sini jadi masalah. Sebab, pergaulan antara laki dan perempuan masih longgar. Padahal, supaya nggak terjadi hal-hal yang bisa mengantarkan kepada maksiat atau minimal fitnah, seharusnya Ustad Sobri nggak ngajarin Rena ngaji (kan bisa sama ustadzah atawa santriwatinya). Apalagi hal itu dilakukan di luar pesantren, yakni di rumah Rena. Udah gitu, nggak ada mahramnya lagi. Wah, dalam kehidupan nyata pun, kata Rasulullah saw., setan adalah pihak ketiga yang menyertai pertemuan mereka. Terbukti, dikisahkan bahwa Rena sebenarnya pura-pura aja minta diajarin ngaji karena niat utamanya adalah ingin memperdaya Ustad Sobri dan berusaha untuk memfitnahnya bahwa Ustad Sobri hendak memperkosanya.

Masih di episode itu, Ustad Sobri juga digambarkan mau aja alias nurut ketika Ustadzah Habibah meminta ditemenin ke toko buku. Lucunya, pas hendak ke toko buku, mereka berdua kepergok Ustad Mubin. Tapi Ustad Mubin bukannya melarang mereka agar tidak berduaan (berkhalwat), eh ternyata malah ngajak mereka naik mobilnya dengan alasan tempat yang akan ditujunya searah dengan yang dituju Sobri-Habibah. Waduh!

Oya, dalam episode Kemelut di Tengah Musibah juga sama, meski niat Ustadzah Habibah untuk berangkat umrah bareng Ustad Sobri nggak kesampaian, tapi penggambaran sikap Ustad Sobri yang mau saja diajak bareng sama Ustadzah Habibah pergi umroh menjadi fakta bahwa aturan pergaulan pria-wanita itu sangat longgar. Padahal, mereka jelas-jelas dalam cerita itu bukan mahram.

Sobat, ini memang kisah fiksi. Bahkan sangat boleh jadi terinspirasi dari kehidupan nyata. But, jika emang ingin memberikan tuntunan, bisa ditayangkan pesan singkat dari seorang ustad yang mengomentari cerita sinetron yang baru saja ditayangkan. Misalnya, “Sinetron yang baru saja Anda saksikan, memang gambarannya bisa jadi ada dalam kehidupan nyata di sekitar kita. Namun, penggambaran dalam sinetron ini hanyalah sebagai salah satu pemaparan fakta dalam bentuk visual. Bahwa inilah akibat longgarnya aturan yang mengikat hubungan antara laki-perempuan yang sebenarnya sudah dijelaskan dalam Islam. Sehingga pemirsa diharapkan tidak terinspirasi dengan isi cerita ini untuk melakukan kemaksiatan”

Hmm.. tapi kalo pesan singkat dari tokoh agama di akhir cerita dianggap sebagai bentuk yang menggurui atau menghakimi, bisa saja diciptakan satu tokoh yang terlibat dalam cerita itu yang selalu menjadi pengingat bagi beberapa adegan maksiat atau mendekati maksiat yang dilihatnya. Sehingga pemirsa menjadi tahu bahwa sebenarnya mereka sedang diberikan wawasan baru. Mengkritisi fakta dengan standar ajaran Islam. Bukan malah pemirsa dibiarkan menilai sendiri.

Boys and gals, tapi terlepas dari itu semua, sebenarnya masih ada pertanyaan besar: bolehkah secara hukum syara, orang-orang yang terlibat dalam sinetron tersebut itu dan melakukan adegan yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran Islam? Sebab, gimana pun juga sebagai Muslim kita terikat dengan aturan Islam. Belum lagi kalo ngomongin soal perilaku para pemeran di luar sinetron. Kita kadang berpikir: apa mereka kemudian nggak merasa harus menjadi baik terus setelah membintangi sinetron religi? Apakah itu hanya dilakukan sebatas tuntutan skenario aja? Lalu lenggang kangkung di luar sinetron; misalnya cuek aja nggak pake kerudung dan jilbab? Hmm.. lain kali mungkin kita bisa bahas deh.

Gaul tapi syar’i dong ya
Sobat muda muslim, Islam nggak melarang kok kita gaul. Tapi tentu aja syaratnya adalah bahwa gaulnya masih dalam batasan yang dibolehkan dalam ajaran Islam. Kalo ngelihat tayangan sinetron Santriwati Gaul, kayaknya ada yang perlu diluruskan deh. Terutama pergaulan yang kesannya longgar banget antara pria dan wanita, dan itu sangat boleh jadi memang faktanya banyak terjadi di kehidupan nyata, termasuk di lingkungan pesantren.

Padahal nih, alangkah lebih kerennya lagi kalo orang yang ngerti agama tuh nggak kuper dan paham batasan syariat. Orang-orang yang seperti Ustad Sobri dan Ustadzah Habibah sangat boleh jadi banyak di kehidupan nyata. Maklumlah, meski di lingkungan pesantren tapi kan dunia ini udah sangat sesak dengan aturan Kapitalisme-Sekularisme, sehingga boleh dibilang pengaruhnya bisa saja menggerus kehidupan para santri dan orang yang ngerti agama. Bisa aja kok. Sehingga jadi nggak ada bedanya dengan orang awam dalam kelakuannya kecuali simbol dan predikat yang menyertainya. Bahkan malah jadi malu-maluin kan orang yang paham agama tapi masih suka gaul bebas dengan lawan jenis. Halah!

Bro, idealnya memang orang yang ngerti agama tuh selain seneng mengenakan simbol agama, juga pikiran dan perasaannya taat juga dengan aturan agama. Kalo cuma mengenakan peci dan baju koko, siapa aja bisa dan mampu. Kalo hanya mengenakan kerudung dan jilbab, orang kafir aja bisa kok mengenakannya. Kita jadi nggak tahu apakah mereka muslim atau bukan. Bahkan sangat boleh jadi penilaian kita langsung menyimpulkan kalo yang mengenakan simbol agama (Islam) itu adalah Muslim atau Muslimah. Betul nggak? Wong dalam film Ar Risalah aja, pemeran Hamzah adalah bintang Hollywood bernama Anthony Queen, yang pada waktu itu bukan Muslim. Meski ada kabar (yang masih perlu dicek kebenarannya) setelah main di film itu, doi kemudian masuk Islam. Wallahu’alam.

Tapi soal pikiran dan perasaan yang akan menggerakkan tingkah laku kita, itu yang nggak bisa ditutup-tutupi. Rambut boleh ditutupi kerudung, seluruh tubuh dihijab jilbab, tapi kalo perbuatannya tak mencerminkan ajaran Islam, ya perlu dipertanyakan keislamannya. Misalnya, orang tersebut malah menyerang ajaran Islam dan semangat menyerukan ide feminisme.

Begitu pula kalo ada anak cowok yang pake peci, baju koko, berjenggot, aktif di rohis, tapi masih senang pacaran, atau minimal gaul bebas dengan lawan jenis (meski dengan sesama anak rohis), itu juga nggak bisa ditutup-tutupi karena udah nyata perbuatannya. Perbuatan yang bisa diukur sebagai pembeda mana yang ngerti ajaran Islam dan yang nggak. Selain itu, tentu saja perbuatannya yang seperti itu adalah melanggar hukum syara’. Nah, jadi kudu ati-ati deh. Gaul tentang segala hal bukan berarti kemudian mencoreng predikat santri atau anak ngaji yang ngerti Islam. Jadi, kudu tahu batasannya, dan itu standarnya adalah Islam. Tul nggak sih?

Tunjukkin kepribadian Islam kita!
Sobat muda muslim, kepribadian Islam atau syakhsiyyah islamiyah kita itu nggak bisa dinilai langsung dari pakaian yang dikenakan, lho. Sebab, itu cuma aksesoris dan bisa dipake untuk nipu bin ngibulin orang. Tapi standar penilaian kepribadian Islam adalah pemikiran dan perasaan. Pemikiran dan perasaan Islam ini akan tergambar dalam sikap dan perbuatan. Itu udah pasti. Sebab, yang namanya tingkah laku pasti ngikutin pemikiran dan perasaan. So, kalo pemikiran dan perasaannya udah islami, insya Allah perbuatan dan tingkah laku juga bakalan Islami.

Itu sebabanya, kalo ada akhwat yang kepribadiannya udah islami, maka bukan saja ia gemar mengenakan jilbab dan kerudung, tapi juga pemikiran dan perasaannya senantiasa berdasarkan ajaran Islam. Beda banget kalo yang cuma nyadar dengan simbol doang, tapi belum mantap pemikiran dan perasaannya. Mungkin cuma seneng pake kerudung doang tapi kelakuannya nggak mencerminkan seorang muslimah. Iya nggak sih?

Maka, satu-satunya jalan untuk menumbuhkan kepribadian Islam kita adalah belajar. Yakni, belajar Islam dengan rutin dan intensif biar mantap, gitu lho. Kenapa harus belajar? Karena dengan belajar diharapkan kita bisa dapetin perubahan beberapa aspek, yakni aspek kognitif alias ilmu pengetahuan (tadinya nggak tahu tentang Islam jadi tahu banyak), aspek afektif alias perasaan atau emosi (tadinya nggak mau mengenakan jilbab jadi mau mengenakan jilbab karena tahu aturan dan hukumannya--pahala dan dosa), dan aspek psikomotorik alias keterampilan (tadinya nggak bisa pake jilbab jadi mahir pakenya). Oke?

So, mari kita balajar mengkaji Islam dengan rutin dan intensif untuk membentuk kepribadian Islam kita. Rutin bisa seminggu sekali, misalnya. Intensif berarti materinya berkesinambungan. Membentuk kerangka berpikir yang utuh tentang Islam. Sehingga kita lebih mantap karena tahu ilmunya. Nggak asal ikut-ikutan tren doang. Betul nggak sih? So, jangan takut jadi pinter dan shaleh-shalihah ya! [solihin: sholihin@gmx.net]dudung.net


Untuk Qt Renungkan....


Setiap ilmu mesti ada permulaanya, tetapi sama sekali tidak ada pengakhirannya. Kita harus menyadari dan mengakui bahwa apa yang kita ketahui dari ilmu-ilmu jauh lebih sedikit daripada yang tidak kita ketahui (Ulama)


Untuk Kita Renungkan
STUDIA Edisi 256/Tahun ke-6 (8 Agustus 2005)

Baca-baca arsip lama di komputer saya ternyata asyik juga tuh. Kebetulan saya memang biasa mengoleksi banyak tulisan. Tentang apa saja dan dari siapa saja. Ada yang hasil browse sendiri dari internet, pun banyak tulisan yang dikirim via e-mail dari teman-teman ke mailing list . Semua itu akan saya pilah dan ditempatkan di folder tertentu yang sudah diberi tanda. Tujuannya, tentu sebagai bahan untuk menulis.

Nah, pas baca artikel tentang renungan yang entah siapa pembuatnya (karena ini sudah banyak dikirim oleh pengirim yang berbeda ke berbagai mailing list yang saya ikuti), saya jadi terinspirasi untuk membuat hal yang sama. Sebagian memang saya modifikasi dan kembangkan lagi, tapi jujur saja inspirasi tulisannya dari artikel tersebut. Jadi, makasih deh kepada �entah siapa� yang menjadi penulis pertama �renungan� tersebut.

Sobat muda muda muslim, barangkali inilah enaknya punya banyak teman dan bergaul dengan mereka (terutama yang baik-baik ya). Kalo ada yang pinter, insya Allah kita kebawa pinter juga. Banyak teman kita yang rajin, maka insya Allah kita pun akan kebawa rajin.

Oya, berikut ini saya tulis ulang dan sedikit dikasih tambahan beberapa kalimat atau mungkin paragraf (karena renungan itu berupa artikel singkat). Apa aja sih? Yuk, kita sama-sama renungkan dalam-dalam:

Sedekah vs belanja

Lucu ya, uang Rp 20.000-an kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak amal masjid, tapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket.

Jujur saja, kalimat ini begitu kena banget (khususnya kepada saya sendiri). Gimana nggak, kadang seringnya di antara kita ngisi kotak amal di masjid dengan uang recehan. Makanya, kalo pas kotak amal diedarin ke jamaah yang duduk berderet rapi di shaf-nya masing-masing suka terdengar bunyi nyaring tanda uang recehan jatuh menimpa benda keras (apalagi kalo kotaknya terbuat dari kaleng, lebih keras bunyi gemerincingnya).

Mungkin uang itu pecahan seratus, lima ratus, atau seribu rupiah yang logam. Tapi bukan berarti nggak boleh beramal dengan jumlah seperti itu. Jika ikhlas, insya Allah dapet pahala juga dong. Begitu pun sebaliknya, meski yang dimasukkin pecahan lima puluh ribu tapi nggak ikhlas kan sayang juga ya? Mendingan ngasih lima puluh ribu dan ikhlas kan? Hehehe.. itu sih, bagus banget atuh ya.

Terlepas dari nilai �ikhlas�, kita coba renungkan aja dikit ya, betapa kita masih merasa �pelit� untuk bersedekah. Padahal itu buat kita juga amalannya di sisi Allah. Tapi, kita harus merasa �royal� kalo jajan or belanja di mal. Bawa uang 50 ribu rupiah aja serasa masih kurang. Iya nggak? Kalo saya pernah ngerasa demikian. Astaghfirullah�

Semoga kita, bisa seperti Abdurrahman bin �Auf dan sahabat Rasul lainnya yang seperti nggak sayang sama harta. Mereka sedekahkan hartanya untuk urusan di jalan Allah dengan sangat banyak (menurut kita).

Ngaji vs nonton sepakbola

Lucu ya, 45 menit terasa terlalu lama untuk dengerin pengajian, tapi betapa pendeknya waktu itu untuk nonton pertandingan sepakbola

Yap, memang kadang lucu abis, kalo dengerin pengajian mah rata-rata dari kita baru lima menit berlalu aja mata kita udah merem-melek. Ngantuk! Apalagi kalo sampe harus 45 menit, wah jarang-jarang deh yang bisa bertahan dengan penuh semangat dan aktif dengerin dan bertanya kepada narasumber pengajian.

Tapi kalo kita nonton pertandingan sepakbola di televisi, waktu �setengah main� itu terasa pendek banget. Kita terhipnotis oleh aksi bintang-bintang lapangan hijau pujaan kita. Kita pun betah menikmatinya. Nggak terasa, 45 menit berlalu singkat banget. Lucu ya?

Doa vs ngobrol

Lucu ya, seringnya kita susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa kepada Allah Swt., tapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu teman dan kata-kata dari mulut kita begitu lancar mengalir.

Hmm� abis sholat aja, kadang banyak di antara kita yang buru-buru pulang dari masjid atau mushola. Berdoa seperlunya dan mungkin doanya monoton alias yang diucapkan yang itu-itu aja (bosen nggak sih?).

Okelah, mungkin di antara kita ada keperluan sehingga begitu selesai sholat berjamaah, berdoa sebentar dan keluar dari masjid. Nggak apa-apa, karena sebetulnya berdoa sunnah hukumnya. Cuma, di sini kita sedikit aja merenung dan evaluasi diri: �Apa iya kalo kita berdoa meminta kepada Allah begitu singkatnya? Begitu buru-burunya? Dan nggak pandai merangkai kata dalam berdoa untuk �memikat' Allah Swt.?�

Emang iya sih, Allah Mahatahu apa yang diinginkan hambaNya dalam berdoa, tapi adabnya kan kita kudu sopan. Wong sama orang aja kita sopan dan menghargai. Iya nggak?

Tapi lucunya pas kita ngobrol bareng teman-teman, rangkaian kata dari mulut kita mengalir deras. Nggak ada beban dan lepas aja, gitu. Lain kali ye hawanya? Lucu juga tuh.

Sepakbola vs sholat

Lucu ya, betapa serunya perpanjangan waktu di pertandingan sepakbola favorit kita, tapi betapa bosannya kita bila imam sholat tarawih bulan Ramadhan kelamaan bacaannya.

Eh, jujur aja nih, terutama kalo nonton sepakbola di pertandingan final. Kalo hasilnya seri di waktu normal, maka diadakan perpanjangan waktu. Nah, banyak di antara kita yang betah menikmatinya. Apalagi kalo sampe nontonnya berjamaah di kafe. Dijamin seru abis.

Tapi, kalo bacaan ayat dari sang imam pas sholat tarawih panjang dikit aja, kita langsung pegel-pegel, dan nekat ngejatuhin �talak tiga' untuk nggak sholat di masjid itu lagi kalo imamnya orang tersebut. Walah?

Itu sebabnya, masjid or mushola yang melaksanakan sholat tarawih berjamaah dengan imam sholatnya yang biasa ngebut dengan kecepatan tinggi dalam membaca ayat, pasti membludak jamaahnya. Ckckck.. betapa banyak dari kita yang pengennya instan dan serba cepat dalam hal ibadah.

Baca al-Quran vs baca novel

Lucu ya, susah banget baca al-Quran 1 juz saja, tapi baca novel best sellers 100 halaman pun habis dilalap dalam sekejap dan kita merasa enjoy .

Hihihi.. iya juga ya? Waktu sekolah dulu saya bareng temen-temen pernah baca Wiro Sableng yang judulnya �Petaka Gundik Jelita� dan �Lima Iblis dari Nanking� antara 1 sampe 2 jam. Dan itu harus ngorbanin baca Fessenden & Fessenden yang nulis Kimia Organik. Padahal besoknya mo ujian kimia. Baca al-Quran? Hmm.. satu halaman kayaknya udah merasa �beruntung� deh. Ckckck� kenapa ya? Lucu sekaligus sedih kalo mengenang ini.

Rahasianya apa? Mungkin kalo bacaan al-Quran cepet bosen karena nggak ngerti artinya. Mugkin juga. Eh, tapi ada juga teman yang asyik banget baca Harry Potter edisi bahasa Inggris-nya sampe berjam-jam kok. Ya, kita sih khusnudzan saja, mungkin juga baca al-Quran pun doi sanggup berjam-jam dan berjuz-juz. Tapi umumnya, kita suka cepet bosen kan baca al-Quran lama-lama? Lebih sregep baca novel, baca komik, atau lainnya.

Eh, bukan berarti nggak boleh lho. Silakan aja baca novel. Ini juga sekadar renungan, bahwa ternyata kita lebih susah dan lebih banyak malasnya untuk baca al-Quran ketimbang baca bacaan lainnya. Tul nggak?

Konser musik vs shalat jumat

Lucu ya, orang-orang pada berebut untuk dapetin tempat di barisan paling depan ketika nonton konser musik, tapi berebut cari shaf paling belakang bila shalat jumat agar bisa cepat keluar.

Coba deh tengok acara konser musik di televisi, banyak orang rebutan untuk mendapatkan �shaf' terdepan biar bisa ngelihat dengan jelas bintang pujaannya, syukur-syukur kalo sampe bisa salaman.

Kalo pun harus bayar, banyak di antara kita yang rela ngeluarin duit untuk nebus tempat strategis di arena konser. Tapi pas sholat jumat mah , nyari tempat di shaf paling belakang biar cepet keluar, atau paling nggak nyari dinding or tiang untuk nyender. Lucu ya?

Dakwah vs gossip

Lucu ya, susahnya orang diajak untuk partisipasi dalam dakwah, tapi mudahnya orang berpartisipasi dalam menyebar gossip.

Ckckck� untuk ngajak dakwah susahnya setengah hidup. Alasannya macem-macem. Entah dengan alasan karena belum cukup ilmu, atau karena malu. Sehingga bikin lidah kelu. Tapi begitu ada yang ngomporin untuk ngegossip, lidahnya langsung fasih dan ikut nyebarin lagi. Wuih, aneh ya? Lucu ya?

Padahal, tentu saja, nilai perbuatannya lain banget. Kalo dakwah insya Allah dapet pahala, tapi ngegossip? Selain dibenci orang, juga dibenci Allah Swt. Amit-amit deh. Tapi, kenapa banyak di antara kita yang hobi ngegossip ketimbang semangat dakwah? Semoga menjadi renungan�

Media massa vs al-Quran

Lucu ya, kita begitu percaya banget pada apa yang disampaikan media massa, tapi kita sering mempertanyakan apa yang disampaikan al-Quran.

Jujur saja, media massa saat ini menjadi salah satu kekuatan untuk melakukan perubahan sosial, politik, ekonomi dsb. Banyak dari kita yang percaya begitu saja dengan apa yang disampaikan media massa. Kasus peledakkan bom di London awal Juli lalu, media massa hampir di seluruh dunia langsung �menuding� Islam dan kaum muslimin berada di balik serangan tersebut.

Eh, kita yang baca, banyak juga yang kemudian terprovokasi dan ikut-ikutan menjatuhkan vonis kepada Islam dan umatnya. Apa nggak bahaya banget tuh?

Tapi kita, kaum muslimin, ada juga yang masih mempertanyakan apa yang disampaikan oleh al-Quran. Isinya diutak-atik dan dipersepsi sendiri demi keuntungan dan tujuan tertentu. Kebalik-balik memang. Padahal, dalam surat al-Baqarah ayat 2 saja Allah Swt. sudah menjamin bahwa al-Quran itu �laaroiba fiihi� alias tidak ada keraguan di dalamnya. Nggak cuma itu, ayat tersebut melanjutkan (yang artinya): �petunjuk bagi mereka yang bertakwa�.

Yap, al-Quran itu pasti kebenarannya, dan sekaligus petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Jadi, mengapa harus mempertanyakan lagi apa yang disampaikan Allah dalam al-Quran? Tapi dalam waktu bersamaan, kita lebih percaya kepada media massa (bahkan ada yang sampe nggak perlu ngecek kebenarannya), padahal nggak jarang isinya berupa �kabar burung' dan juga informasi yang sesat dan menyesatkan.

Surga pengen, beramal ogah

Lucu ya, pengen masuk surga, tapi ogah beramal. Hmm.. ini sih bukan hanya lucu, tapi juga aneh bin ajaib. Emangnya surga gratis? Nggak lha yauw. Kita-kita aja masih was-was, khawatir amalan baik selama ini nggak keterima karena mungkin nggak ikhlas. Lebih sedih lagi seharusnya jika kita berharap surga tapi nggak pernah (atau sedikit) beramal baik.

Sobat muda muslim, banyak di antara kita yang kepengen masuk surga, tapi diminta untuk sholat aja susahnya setengah mati. Banyak juga di antara kita yang pengen dapetin surgaNya, tapi diminta untuk taat dan patuh sama ajarannya aja ogah. Itu sih sama artinya ngarepin dapet uang pensiun tapi tanpa kerja selagi usia produktif. Lucu dan aneh banget kan?

Pengen masuk surga tapi tanpa beriman dan tanpa beramal sholeh, kira-kira mungkin nggak? Mimpi kali ye!

Ini sedikit renungan aja buat kita semua. Semoga kita mulai berbenah dalam hidup ini. Mumpung masih muda. Selagi mudah untuk melakukan berbagai amal kebaikan, jangan sia-siakan waktu kita. Kita bisa berbuat lebih banyak. Karena kita nggak pernah tahu kapan kita dijemput oleh Malaikat Ijroil untuk menghadap Allah Swt. dan mempertanggung-jawabkan perbuatan kita selama di dunia. Mumpung masih ada waktu, sebisa mungkin kita mengumpulkan banyak amal baik untuk bekal di akhirat kelak.

Rasul mulia saw. telah bersabda: �Bersegeralah menunaikan amal-amal kebajikan. Karena, saatnya nanti akan datang banyak fitnah, bagaikan penggalan malam yang gelap gulita. Betapa bakal terjadi seseorang yang di pagi hari dalam keadaan beriman, di sore harinya ia menjadi kafir. Dan seseorang yang di waktu sore masih beriman, keesokan harinya menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan komoditas dunia.� (HR Bukhari dan Muslim)

Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah Ta'ala untuk melakukan amalan yang baik sesuai ajaran Islam. Ditanamkan dalam hati kita untuk gampang menerima kebenaran dan mengamalkannya. Semoga. [solihin]


Motivasi dari dalam diri

Melangkah dalam satu tujuan menuju ridho illahi.

Motivasi dari Dalam Diri
Oleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR

SEMOGA Allah Yang Maha Pembuka Hati, mengaruniakan kepada kita hati yang bersemangat untuk mengubah diri menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Dan jikalau kita mencari-cari picu sebuah motivasi, tiada motivasi yang timbul tanpa seizin Allah. Karena itu, motivasi adalah persoalan meledakkan hati (quantum qolbu). Namun, takkan pernah terpicu sebuah ledakan tanpa api makrifatullah yaitu dekatnya seorang manusia kepada Khaliknya.

Saudaraku, motivasi itu muncul karena masalah. Karena itu, alangkah naifnya orang yang merasa rugi diberi masalah. Kalau tidak ada masalah sempitnya peluang kerja, tidak akan mungkin ada motivasi untuk meningkatkan keahlian agar mudah diterima bekerja. Kalau tidak ada masalah kurang nikmatnya menjadi orang gajian, tidak akan mungkin ada motivasi untuk menjadi entrepreneur. Kalau tidak ada masalah yang bisa menghancurkan bangunan keluarga, tidak akan mungkin ada motivasi untuk menjadi keluarga yang sakinah. Jadi, masalah adalah rahmat dan karunia Allah agar hati seseorang dihidupkan dengan motivasi untuk menjemput kebaikan dan keberkahan.

Saudaraku, tidak usah dimungkiri kalau manusia hidup motivasinya untuk mendapatkan keberuntungan. Rasulullah saw. secara sederhana dan gamblang menyebutkan: "Orang yang beruntung adalah orang yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin." Memang tidak perlu kening berkerut untuk memahami ucapan Rasul saw. ini. Rugi saja kalau kemarin kita tidak melakukan perbuatan buruk, tetapi hari ini justru diperbuat. Rugi sekali, kalau kemarin kita punya kesempatan mendapatkan ilmu, tetapi hari ini justru dihabiskan tanpa ilmu. Karena itu, kalau ada motivasi untuk menjadi pribadi yang unggul, tentu bukan keinginan yang keliru. Siapa yang tidak mau disebut unggul dan memang benar-benar unggul?

Sebenarnya, sesuai dengan firman Allah SWT bahwa manusia itu diciptakan dengan sebaik-baik bentuk. Jadi, piranti unggul itu sudah ada pada makhluk yang bernama manusia yaitu yang terutama adalah akal dan pikiran. Jika kemudian tidak bertumbuh dan berkembang dengan baik, itu lain lagi masalahnya. Karena itu, Saudara layak termotivasi kalau Saudara sebenarnya manusia unggul. Mungkin kita kurang unggul karena belum memaksimalkan potensi akal dan pikiran kita sebagai karunia Allah yang luar biasa.

Ada 7 jalan motivasi menjadi pribadi unggul, yang saya sarikan berikut ini.

1. Percepatan diri. Cepat saja tidak cukup untuk zaman yang serbacanggih saat ini sehingga seseorang memerlukan lompatan alias percepatan. Pada detik, menit, atau jam yang sama, hendaknya kita bisa meraih lebih daripada yang dapat diraih orang lain. Jangan heran saat ini: ada anak kecil yang sudah mampu menulis buku; ada seorang direktur maskapai penerbangan yang masih berusia 21 tahun; ada dai yang masih muda sudah memiliki jemaah ribuan bahkan jutaan orang. Ini bukti sudah terjadi percepatan dan kalau kita hanya menjadi orang yang terperangah melihat sesuatu terjadi, bersiaplah untuk tersisih.

2. Efisiensi waktu. Orang yang paling efektif memanfaatkan waktunya adalah manusia unggul. Setiap orang diberi jatah 24 jam sehari oleh Allah SWT, tidak ada yang lebih atau kurang. Keunggulan seseorang akan terbukti bagaimana 24 jam baginya benar-benar menghasilkan manfaat bagi dirinya dan orang lain secara optimal.

3. Rapi dan tertib. Ketidakrapian dan ketidaktertiban adalah si pencuri waktu. Manusia unggul akan mampu menutup peluang habisnya waktu karena harus merapikan dan menertibkan. Jadi, tidak dapat dikesampingkan pola hidup disiplin sebagai bagian dari perencanaan hidup penuh motivasi.

4. Lingkungan kondusif. Ingin terus termotivasi, tetapi berada dalam lingkungan orang minus motivasi takkan membuat kita bisa berubah. Pribadi yang unggul selalu mencari jalan motivasi dengan mendatangi (berjalan) berbagai majelis ilmu, bersilaturahmi dengan berbagai kalangan untuk mendapatkan ilmu, dan bertekad keluar dari lingkungan negatif yang memadamkan motivasi. Pada dasarnya dalam hidup ini kita akan dihadapkan pada pilihan. Pilihlah lingkungan yang kondusif, baik itu sekolah, rumah, maupun tempat kerja yang membawa kita kepada keadaan lebih baik.

5. Persaingan positif. Kompetisi adalah bagian dari rahmat Allah bahwa manusia harus berikhtiar berlomba-lomba menjadi dan mendapatkan yang terbaik. Kalau mental manusia lemah dan lembek, cenderung akan menghindari kompetisi atau persaingan. Kalau kita kalah dalam persaingan, itulah obat mujarab untuk motivasi. Bukan untuk membenci atau membalas pesaing, melainkan pesaing itu menjadi inspirasi bagi kita.

6. Tawadu. Boleh saja motivasi menggebu untuk menjadi yang terbaik, tetapi hati harus tetap tunduk dalam kerendahan sikap. Sombong itu adalah bumbu yang menjadi racun bagi motivasi. Fase setelah sombong adalah takabur dan akhirnya kita pun terbujur dalam kubur tanpa syukur. Naudzubillahi min dzalik. Tetaplah yang terbaik itu "ilmu padi" makin berisi makin merunduk. Padi yang berasal dari bibit unggul merunduknya lebih dalam karena lebih berisi.

7. Hati yang bersih. Barang siapa yang mengotori motivasinya dengan niat tidak terpuji, dapat berakibat fatal bagi perkembangan psikologis seseorang. Bayangkan karena motivasi yang menggebu untuk jadi yang terbaik, seseorang bisa dihinggapi penyakit hati: buruk sangka, benci, tega, iri, atau rakus. Lalu, lahirlah rencana busuk dari motivasi berhati busuk tadi sehingga alih-alih ia menjadi bermanfaat untuk orang lain malah menjadi laknat yang tidak diharapkan adanya. Naudzubillahi min dzalik!

Betul Sahabat, masalah dalam hidup ini harus kita taklukkan. Namun, sebelum menaklukkan masalah, tata hati lebih dulu untuk siap menghadapi masalah. Sebelum meledakkan motivasi, perhatikan akibat ledakan tersebut yang dapat diantisipasi dan dilokalisasi agar tidak malah merugikan orang lain. Banyak hal yang bisa kita jadikan sumbu untuk membakar dan kemudian meledakkan motivasi. Namun, kunci dari semua sumbu adalah hati atau qolbu. Motivasi bermuara pada hati. Meledakkan motivasi adalah fase selanjutnya dari meledaknya qolbu (quantum qolbu) dalam arti positif seseorang sudah siap: mengenal diri, membersihkan hati, mengendalikan diri, mengembangkan diri, dan makrifatullah.***PR.Bdg

ilmu adalah investasi tiada henti