ikatlah ilmu dengan menuliskannya"sanitomichie"

Monday, July 2, 2007

Peka terhadap Sesama

Melangkah dalam satu tujuan menuju ridho illahi.

Oleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR

SIAPA pun yang sekolah pasti akan diuji untuk menaikkan tingkatnya. Lain halnya dengan yang tidak sekolah, mereka tidak akan diuji. Maka beruntunglah orang-orang yang diuji oleh Allah dan mereka mampu melewati ujian tersebut dengan baik.

Bagi orang taat, beragam kesulitan hidup, bencana alam, kelaparan, dan sebagainya adalah ujian untuk menaikkan derajat sekaligus penggugur dosa-dosanya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, "Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka diujinya ia dengan musibah". Dalam hadis lain disabdakan pula, "Tiada sesuatu yang mengenai seorang Mukmin berupa penderitaan atau kelelahan (penat) atau risau hati dan pikiran, melainkan kesemuanya itu akan menjadi penebus dosanya" (H.R. Bukhari Muslim).

Lain halnya bagi orang taat tetapi berlaku maksiat, musibah adalah peringatan agar ia kembali kepada Allah. Sedangkan bagi ahli maksiat, musibah adalah awal dari bencana yang lebih besar lagi (khususnya di akhirat).

Kita sering menganggap ujian hanya berbentuk kesulitan saja. Padahal, kemudahan dan kelapangan hidup pun hakikatnya adalah ujian. Ujian kesusahan biasanya memudahkan kita kembali kepada Allah. Sebaliknya, ujian kemudahan dan kelapangan tidak jarang malah menjauhkan kita dari Allah. Betapa banyak orang yang celaka dan lupa diri justru saat ia dalam kelapangan. Karena itu, andai kelapangan tidak membuat kita lebih taat dan dekat dengan Allah, maka kita termasuk yang tidak lulus ujian.

Saudaraku, kita harus prihatin dan ikut sedih dengan musibah gempa bumi yang menimpa saudara-saudara kita di Yogyakarta, Bantul, Sleman, dan sekitarnya. Namun, kita harus lebih prihatin dengan gempa yang mengguncang iman kita. Saudaraku, menurunnya kualitas ibadah adalah musibah. Tertinggal salat berjamaah di masjid, berlalunya malam tanpa tahajud, jarang sedekah, atau malas membaca Alquran adalah musibah.

Hilangnya kesempatan beramal adalah musibah. Apalagi bila kita sudah tahu ilmunya, namun tidak mau beramal, benar-benar satu musibah. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." (Q.S Ash Shaff [61]: 2-3).

Karena itu, berhati-hatilah saat kita diberi nikmat, kelapangan atau kemudahan, tetapi semua itu tidak membuat kita semakin dekat dengan Allah. Boleh jadi nikmat tersebut adalah istidjraj, di mana Allah menghinakan kita dengan segala nikmat-Nya.

Bisa saja kita memandang prihatin saudara-saudara kita yang terkena bencana alam. Padahal, diri kita sendiri yang paling layak dikasihani, seandainya kelapangan dan kemudahan itu tidak kita syukuri. Sedangkan mereka di tengah kesusahan hidup, kalau sabar, Allah pasti memuliakan dan mengangkat derajat mereka.

Sahabat, mungkin sesungguhnya ada satu penderitaan, satu kehinaan, satu bencana yang lebih besar daripada apa yang dialami saudara kita itu, yaitu hilangnya kepekaan terhadap penderitaan orang lain. Kita prihatin, sebagian orang masih senang tertawa terbahak-bahak, berhura-hura, di kala sebagian saudara kita benar-benar dalam keadaan sengsara dan nestapa. Kita masih melihat orang yang makan berlebihan, bermegah, bermewah, dan melimpah ruah, pada saat saudara kita untuk sekadar mencari sesuap nasi saja begitu sulit.

Kita saksikan juga orang masih gemar menampilkan kemegahan dan kemewahan, untuk sekadar bergaya. Sementara, di sisi lain sebagian saudara kita justru sedang dirundung papa dan kemalangan, karena tiada punya sesuatu apa pun jua. Saudara-saudaraku, bencana kurang peka terhadap penderitan orang lain itulah bencana matinya nurani. Na'udzubillahimindzalik.

Semoga kita termasuk ke dalam kategori orang-orang yang memiliki kepekaan. Karena, andaikata kita kehilangan kepekaan, maka yang akan kita hadapi adalah sejumlah kesulitan-kesulitan. Ibarat memegang sesuatu yang panas, tetapi tangan kita tidak peka, maka dapat dibayangkan, tangan kita akan melepuh tanpa kita sadari.

Musibah yang menimpa saudara-saudara kita seharusnya membuat kita semakin tawadu, semakin rendah hati, karena setiap orang tidaklah bisa menolak musibah yang Allah timpakan kepadanya.

Lalu apa hikmahnya untuk kita? Kita yang merasa aman tidak ditimpa bencana, sesungguhnya ini merupakan ujian, sepatutnya kita peka untuk berbuat sesuatu, segenggam beras bagi kita mungkin tidak berharga dibandingkan satu karung, tetapi segenggam beras bisa menjadi sarat dengan makna bagi orang yang teramat lapar dan dahaga. Pakaian bekas mungkin bagi kita tidak berarti, tetapi akan sangat berarti bagi saudara-saudara kita yang kedinginan berhari-hari. Tidak punya penghangat sedikit pun jua.

Saudaraku sekalian, Allah Maha Menyaksikan apa yang kita lakukan, marilah kita singsingkan lengan baju kita, lakukan apa saja yang membuat saudara-saudara kita merasakan manfaat dari kehadiran kita di dunia ini. Insya Allah tidak ada sekecil apa pun kebaikan yang dilakukan, kecuali kembali kepada pembuatnya. Mudah-mudahan kepekaan kita terhadap penderitaan orang itulah yang membuat kita tertolak dari penderitaan yang harus kita pikul. Mudah-mudahan keinginan kita meringankan kesulitan orang itulah yang akan membuat tercegahnya diri kita ditimpa bala dan bencana. Yang pasti, ujian ini tidak hanya kena kepada saudara kita yang ditimpa bencana, tetapi juga ujian bagi kita. Peka atau tidak diri kita atas derita dan nestapa orang-orang lain. Mudah-mudahan Allah memberi kemampuan bagi kita berbuat sesuatu.

Saudaraku, tiadalah menimpa suatu musibah melainkan dengan izin Allah. "Allah tiada membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya... (Q.S. al-Baqarah: 286). Allah pun menjanjikan, "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan," (Q.S. al-Insyiraah: 5-6). Karena itu, kita jangan pernah takut dan panik menghadapi segawat apa pun kehidupan ini.

Semua ujian yang menimpa sudah diukur oleh Allah dan Ia tidak mungkin menyia-nyiakan kebaikan hamba-Nya yang beriman. Rasulullah saw mengatakan bahwa orang yang beriman itu tidak akan pernah rugi. Diberi nikmat dia bersyukur dan syukur adalah kebaikan bagi dirinya. Diberi ujian dia bersabar, dan sabar adalah kebaikan bagi dirinya. Kita tidak akan hancur oleh siapa pun juga, satu-satunya yang akan menghancurkan kita adalah perilaku kita sendiri. Oleh karena itu, tetaplah bersemangat mengarungi hidup ini hingga Allah melimpahkan kepada kita rahmat dan kasih-Nya. Wallahualam.***
ilmu adalah investasi tiada henti