Menggali cinta yang terkubur mati | |||
Jarum jam yang menunjukkan pukul 11 malam sepertinya sudah tak dihiraukan oleh orang-orang yang berserakan di sepanjang jalan ini. Gelapnya malam yang dicahayai sedikit lampu temaram seperti halnya “lighting” pada film-film atau sinetron di layar kaca. Ya, orang-orang itu sedang memainkan perannya, menjadi pemeran pembantu alias para figuran malam. Aku perhatikan mereka satu per satu, oh .. kebanyakan wanita, tampaknya mereka sudah sangat piawai memainkan perannya masing-masing. Aku dekati mereka, lalu aku tanyai salah satu di antara mereka, “Apa yang kau lakukan di sini ?” Dia menatapku dengan sinis, “aku tidak munafik, aku punya roda !”, tukasnya. Lalu aku bertanya lagi padanya, “apa yang terjadi dengan rodamu, hingga kau berada di sini ?” Lantas dia membalas, “rodaku harus berputar, jadi aku berada di sini.!” Aku membatin, lalu kulontarkan pertanyaan lagi, “kenapa harus di tempat ini?” Dia langsung membalas, “Hei, apa kau pura-pura buta, roda orang lain sibuk berputar di siang hari ke sana kemari, sementara mereka tak menyisakan jalan bagi rodaku untuk bergerak, apalagi berputar!!” Terpecut hatiku mendengar jawaban wanita tadi. Sungguh malang nasib mereka. Lantaran pergulatan hidup yang menyebabkan rodanya berputar, membawa beban domestik di sebuah tempat penuh laknat, markas maksiat. Setiap malam mereka jajakan dirinya demi memuaskan nafsu manusia hina, pria berakhlak bejat. Dengan dalih sibuk proyek dan rapat luar kota, istri dan anak ditinggalkan dalam sebuah rumah mewah berkapasitas barang-barang manja, sementara “sang pencari nafkah utama” ini asyik bergurau mengobral cinta dengan wanita lain. Padahal cintanya sudah kadung terkubur mati. Astaghfirullah, begitu rendahnya kah? “Wanita itu sebenarnya makhluk apa ?” tanya pria bangsa Eropa. “Mereka adalah iblis yang ditampilkan dalam wujud manusia”, jawab pria yang lainnya. Kalau memang begitu, lalu bagaimana dengan standarisasi yang diberikan oleh junjungan kita yang mulia, Rasulullah empat belas abad silam, jauh sebelum para pria Eropa itu berdialog panjang tanpa makna ? Tak kan memuliakan wanita kecuali seorang yang mulia dan tak kan menghinakan mereka, kecuali manusia yang hina pula!! Aku ingin tahu jawaban para penguasa di negeri ini. Adakah yang peduli dengan nasib “para figuran malam itu”? Yang siang harinya malu menampakkan wajahnya, namun ketika malam tiba mereka seperti keluar dari sarangnya, maaf, menyediakan “kotak amal” sambil membuka jengkal demi jengkal kehormatan dirinya yang seharusnya mereka tutup rapat. Untuk apa? Ya.. untuk hidup, bertahan hidup. Ah… aku lupa, para pengusa sedang sibuk rupanya, saat ini mereka tengah mengurusi hal-hal yang lain. Ada anggaran dana sekian M yang harus mereka habiskan dalam akhir tahun ini, proyek apa lagi yang harus dibuat. Apa lagi yang harus di “mark up” ? Mall pusat konsumerisme paling mutakhir atau rumah mewah bernilai ratusan juta . Ada lagi kampanye anti AIDS, dengan slogan menekankan seks aman ! Seks aman tapi bebas, begitu kukira. Padahal yang mereka gaungkan itu adalah “kau boleh lakukan, kami punya pengaman, pencegah kehamilan”. Kalau begitu apanya yang aman, seksnya yang aman ? Tetapi sadarkah bahwa pelakunya sebenarnya tidak akan aman karena di balik itu semua ada murka Allah menghadang ? Sungguh jangan sekali-kali pernah kau merasa aman dengan murka-Nya!! Masih pada malam yang sama, menapaki jalan-jalan kota, beberapa pria nampak berdiri dan berjaga-jaga di sebuah bilangan Jakarta Pusat. Aku hentikan langkahku, ketika sebuah mobil bermerk jetset melintas dan menepi, mendekati para pria tadi. Mobil mewah itu ditumpangi sepasang muda-mudi belia yang sebaya umurnya. Sepertinya mereka tersesat Pemuda itu membuka kaca mobilnya, lalu bertanya pada pria tadi sebentar, lantas kemudian dia keluarkan beberapa ribuan. Aneh, kenapa mesti memberi mereka uang ? Lalu mobil itu pun melaju perlahan menuju suatu tempat yang ditunjukan oleh para pria itu. Selang beberapa waktu, dari arah yang berbeda, datang lagi mobil yang tak kalah licinnya, juga menghampiri para pria tadi. Penumpangnya melakukan hal yang sama. Aku semakin heran, sepertinya ada sesuatu yang aneh, janggal. Aku beranikan diriku mendekati para pria itu untuk mendengarkan perbincangan mereka. Dan dadaku pun tersentak, astaghfirullah….Ya Allah, mereka itu juga sama seperti para wanita tadi, para “figuran malam”, yang berprofesi sebagai para calo penunjuk jalan bagi “orang-orang yang tersesat tadi’. Mereka menjadikan malam sebagai kesempatan untuk mengais rezeki dari orang-orang yang ingin mengunjungi sebuah tempat. Lalu yang menjadi pertanyaan, tempat apakah itu ? Mengapa harus malam hari dikunjungi ? Teka-teki ini harus segera dipecahkan !! Kedua kakiku pun akhirnya tak bisa kucegah untuk terus beranjak, bergerak menyusuri alur mobil para pemuda-pemudi belia tadi. Hingga aku temukan sebuah jawaban, kenyataan yang sekian lama tersembunyi dan tertutupi oleh hingar bingar dan deru debu kepulan asap kota metropolitan Jakarta ini. Bahwa ternyata tempat yang dikunjungi oleh pemuda-pemudi bermobil jetset itu adalah sebuah rumah yang lumayan cukup besar dan megah. Sepintas memang rumah itu seperti layaknya rumah –rumah lain yang berjejer di sebelah kanan dan kirinya. Tidak menunjukan aktivitas yang berarti pada malam ini. Namun, siapa sangka, siapa yang mengira, sungguh tak ada yang menduga bahwa rumah itu sebenarnya adalah “markas pembunuhan berencana”, pembunuhan janin-janin tak berdosa yang tak diberikan hak hidup oleh darah daging mereka sendiri.Pelanggaran Hak Asasi Manusia kelas tinggi.Praktik Aborsi !! Ya Allah…. aku harus berkata apalagi ? Setan macam apakah yang menuntun pemuda-pemudi tadi berlaku hina dan keji ? Apa yang ada di dalam benak mereka, kenikmatan sesaat ataukah hanya menuruti keinginan syahwat yang begitu mendera ? Ekspresi ilegal di ujung cinta sepasang insan manusia? Lalu, kalau sudah begitu, apakah mereka masih punya cinta ? Mengapa saling mencintai tetapi janin hasil “ekspresi cinta” itu yang harus dipertaruhkan demi cinta itu sendiri ? Mengapa ? Mengapa ? Ketahuilah, mereka sesungguhnya tidak punya cinta !! Cinta mereka sudah terkubur mati!! Ada kenyataan lain tak bisa dipungkiri, berikut ini kisah tuan berdasi. Selamat pagi tuan, ada kesibukan apa hari ini ? “Oh.. tentu kau tahu, aku sibuk, sangat sibuk, aku harus memimpin perusahaan ini dengan kerja keras”, begitu jawaban tuan berdasi. “Aku harus memenangkan sejumlah proyek”. Dia tersenyum puas…. lalu tertawa meledak ha…ha.. ha… Aku mengernyit, tuan berdasi, kau tak perlu melanjutkan, aku sudah tahu jalan ceritanya. Kau ini memang sibuk, sangat sibuk, mengisi hari demi hari dengan harapan kau dapatkan segunung perhiasan dan intan duniawi. Aku juga tahu bahwa kesibukanmu sudah sangat tak bisa kau tinggalkan. Menumpuk, mengumpulkan dan menyimpan harta curian, sibuk korupsi sudah jadi kebiasaan. Kemudian, kau pulang menemui istri dan anak-anakmu, mencekoki mereka dengan makanan dan minuman yang kau beli dari uang haram. Kau biarkan makanan dan minuman itu masuk menjalari kerongkongan dan perut keluargamu. Lantas… kau tak pedulikan mereka berlaku semaunya, jauh dari nilai nilai kebaikan. Istrimu yang setiap hari berdialog dengan dirinya sendiri di depan cermin. Sambil mendempuli “wajah kelamnya” dengan seperangkat kosmetika, lalu tersenyum sambil berkata , “hari ini akulah yang paling cantik”. Juga ada aktivitas yang tak kalah serunya, belanja super “wah” yang tak bisa dicegah karena sudah menjadi hobinya, atau hanya sekedar berkumpul disebuah sanggar senam bersama ibu-ibu lainnya yang “tidak punya pekerjaan” kecuali melenggangkan, melenturkan, melemaskan tubuh mereka seiring dengan gerakan musik dan bimbingan instruktur mereka Ya Allah, padahal tubuh mereka itu sangat demikian kaku untuk sekedar berdiri, ruku’ dan sujud bersimpuh kepada-Mu !! Tuan berdasi, apa yang terjadi dengan anak-anak manjamu ? Kau juga tak hiraukan mereka ketika bahaya seks bebas mengintai, sementara angan –angan semu semakin menenggelamkan mereka dengan janji janji surga yang ditampilkan di layar televisi. Tontonan murahan, jauh dari nilai edukasi. Lalu di luar sana, komunitas “edan” menghampiri, jarum suntik dipakai silih berganti. Narkoba jadi candu dan sumber energi sehari – hari. Astaghfirullah, tuan berdasi, cintakah kau pada mereka ? Cintakah ? Kau tak bisa menjawab pertanyaanku bukan ? Aku tahu bahwa sesungguhnya kau tak mencintai mereka, karena sejatinya cintamu sudah kadung terkubur mati !! Sekarang para penguasa…. kumohon padamu wahai para penguasa. Rakyatmu ini sudah terjatuh, jatuh dan jatuh lagi. Namun rakyatmu bukanlah terjatuh di atas jerami, melainkan jatuh di atas duri yang semakin dalam semakin tajam. Lihatlah dihadapanmu, data-data matematis dibuat untuk dijadikan informasi. “Manusia tanpa ladang rezeki”, para pengangguran melepas penat di rumah, maupun di jalan –jalan, sambil hilir mudik berusaha mencari sesuap nasi. Ada yang bimbang setengah hati, dan penuh kekhawatiran bagaimana nanti, dan akhirnya pun harus berakhir di bui karena membunuh dan mencuri. Adegan menumpahkan darah pun terjadi, untuk sebuah arogansi. Sementara para jawara-jawara korupsi berkeliaran bebas meluaskan ekspansi. Ya Allah, aku tidak bisa memicingkan sebelah mataku hingga detik ini, aku juga tidak bisa begitu saja menyalahkan ketika kusaksikan bocah-bocah tirus itu harus rela disuapi oleh makanan apa adanya, sementara perut mereka semakin membuncit dan sorot mata semakin kuyu lantaran kurang gizi. Allah, duhai Allah…tak adakah re-generasi manusia tegas tapi lembut sepeduli Sayyidina Umar bin Khattab, yang membuktikan kesungguhan cintanya, rela merondai rakyatnya setiap malam, kemudian serta merta pergi ke gudang logistik negara untuk memanggul sendiri bahan makanan yang akan beliau serahkan untuk rakyatnya yang menderita kelaparan. Adakah sosok pemimpin yang seagung beliau ? Yang siangnya sibuk membangun negeri dan malamnya terjaga dari tidurnya karena khawatir akan keadaan rakyatnya. “Bagaimana aku bisa tidur, bagaimana, aku takut akan murka-Nya jika aku tidak bisa menjalankan tanggung jawab ini”, tegas beliau suatu hari. Sekali lagi aku bertanya, adakah re-generasi ? Adakah yang cintanya sebesar pengorbanan beliau ? Lagi lagi jawabannya, tidak !! Cinta mereka sudah terkubur mati !! Akhirnya aku harus mengakui bahwa semua ini, ya semua kenyataan yang kutemui adalah kumpulan dari sebuah makna yang semakin membuncah dan menggunung tinggi. Makna kezhaliman, perilaku manusia yang umum terjadi sepanjang manusia hidup di muka bumi. Bahwa apa yang dikhawatirkan para malaikat ketika mengajukan #“objection” kepada Allah Azza wa Jalla, mengenai berita akan diciptakannya manusia sebagai khalifah di muka bumi memang akhirnya menjadi kenyataan. * “Mengapa Engkau hendak menjadikan seorang (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?” Dan Allah pun menjawab keberatan para malaikat dengan mengatakan, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Aku tahu, semestinya kisah cinta diliputi oleh hal-hal yang menyenangkan jiwamu, melegakan dadamu, penuh syahdu lautan rindu. Namun, aku tidak bisa membalut kisah ini dengan keadaan yang serba nikmat itu. Karena yang ada dihadapanku semuanya adalah bukan cinta yang sesungguhnya, bukan cinta yang murni lahir dari Sang Pemilik Cinta. Cinta yang sebenarnya sudah mati, cintanya sudah terkubur mati !! Ah… aku belum bisa bernapas lega, rona-rona kehidupan terus bergulir. Para figuran-figuran masih harus melakoni peran dunianya masing-masing. Sementara Pemeran Utama ini terus melangkah, menapaki jalan, menyusuri lorong demi lorong, mencari sekelumit kisah cinta malang, untuk sebuah episode, episode menggali cinta yang terkubur mati. Sebelum kutuntaskan, bolehkah aku bertanya, adakah ruang di hatimu untuk sebuah cinta ? Ataukah cintamu juga sudah terkubur mati ? Maafkan aku, aku bukanlah siapa-siapa, hanya seorang pemeran utama dalam episode cinta ini. ------ |
Monday, April 30, 2007
Hitam Dan Putih,...
Melangkah dalam satu tujuan menuju ridho illahi.
"Jalan cinta selalu melahirkan perubahan besar dg cara yg sangat sederhana. Karena ia menjangkau pangkal hati secara langsung darimana segala perubahan dalam diri seseorang bermula. Bahkan ketika ia menggunakan kekerasan, cinta selalu mengubah efeknya, dan seketika ia berujung haru" (M. Anis Matta)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment