| ||||
Kala Cinta Meranggas Aqidah | ||||
Author: Abu Aufa | ||||
Kesepian memang kadang menyakitkan, menoreh setiap senyum dan tawa, serta menciptakan riak anak sungai di sudut mata. Pedih dan sedih silih berganti kunjung mengunjungi. Pupus segala harap, melukai semua impian yang kadang memabukkan. Hingga, jiwa yang rapuh menciptakan serpihan kegelisahan yang memilukan. Saat temaram rembulan menyuguhkan hidangan, terlintas sekelebat bayang. Disibaknya kegelapan, namun entah dimana ia berada. Kecewa, hingga guratan keresahan menyibukkan kelamnya malam. Kebisuan yang menusuk-nusuk, membuat kedukaan semakin berat, hingga menghujam akal dan aqidah. Air mata semakin deras tumpah, lelah, tubuh pun mencoba rebah. Namun jiwa ini lemah, mata air di telaga yang coba dibendungnya kembali menerobos kelopak mata, ke pipi, hingga membasahi sarung bantal dan kapuk di dalamnya. Cinta... Namun, impian berbeda dengan kenyataan. Sepi semakin menggerogoti hari, sendiri... dan masih sendiri. Ukhti sholehah yang dicintai Allah Ta'ala... Cinta yang membara tak akan dapat menghapus ketentuan Allah Subhanahu wa Ta'ala, "Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman..." [Al Baqarah: 221]. Namun, ajaran junjungan Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam akan pupus, tidak dengan senjata tapi dengan kata-kata, tidak dengan kekuatan tapi dengan logika, dan tidak dalam benci tapi dalam cinta [Henry Martyn, missionaris, 1812 M]. Cinta akan membentuk sebuah keluarga samara (sakinah, mawaddah wa rahmah) karena kesamaan iman dan aqidah, dalam naungan ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jangan biarkan sedikitpun celah hatimu terbuka dengan cinta berselaput halleluyah, karena cinta seperti itu akan meranggas aqidah. Pernikahan dengan keyakinan yang berbeda, tak akan melahirkan ketenteraman jiwa, karena ia adalah zina. Dapatkah engkau menjawab saat anakmu bertanya, mengapa ayah selalu pergi setiap hari Minggu, sedangkan dirimu ruku' dan sujud? Bisakah engkau menjelaskan saat anak laki-lakimu bertanya, mengapa ayah tidak pergi sholat Jum'at padahal dirimu berbicara panjang lebar tentang kewajiban menunaikannya? Atau, mengapa ayah tidak mengucapkan bismillah tapi atas nama Bapa, Putera dan Roh Kudus? Juga, mengapa Tuhannya ayah ada 3 sedangkan dirimu selalu mengucapkan ahad... ahad... ahad? Duhai ukhti, sanggupkah engkau menahan murkanya Allah Subhanahu wa Ta'ala? Saat jiwamu lelah bertanya dimanakah gerangan kekanda berada, kembalilah kepada Sang Pemilik Rahasia, lantunkan munajat dan do'a, mohon tetapkan iman untuk selalu terhatur kepada-Nya. Jadikan hati ini selalu ikhlas serta rela atas setiap keputusan-Nya. As'alukallahummar ridha ba'dal qadha, wa burdal 'iisyi ba'dal maut, wa ladzdzatan nazhori ila wajhika, wa syauqon ila liqaa'ika. Mohonkan juga kepada-Nya, agar Ia menguatkan niat dan azzam kepada lelaki yang belum menikah untuk segera menyempurnakan setengah agama, sehingga dirimu serta pasangan jiwa tercinta dapat bersama membangun sebuah istana kecil nan indah dalam naungan ridho-Nya. Duhai ukhti sholehah... Wallahua'lam bi showab. *IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
"Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata yang lemah lembut"(Umar bin Khattab)
|
Thursday, May 10, 2007
Sepenggal Doa Untukmu,...sahabatku
Melangkah dalam satu tujuan menuju ridho illahi.
Mata adalah penuntun, dan hati adalah pendorong dan penuntut. Mata memiliki kenikmatan pandangan dan hati memiliki kenikmatan pencapaian. Keduanya merupakan sekutu yang mesra dalam setiap tindakan dan amal perbuatan manusia, dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment