ikatlah ilmu dengan menuliskannya"sanitomichie"

Monday, May 28, 2007

Sudahkah Kita Merasa Memiliki Agama

Melangkah dalam satu tujuan menuju ridho illahi.

Sudahkah Kita Merasa Memilki Agama

Pernahkan anda merasa kehilangan barang, uang, anggota keluarga, anggota tubuh, atau apapun yang merupakan milik anda. Apalagi jika sesuatu yang hilang itu adalah benda atau sesuatu yang anda cintai. Bagaimana perasaan anda. Anda tentu sedih bukan? Mungkin kesedihan anda atas kehilangan sesuatu yang anda cintai itu membuat anda jadi merasa sangat kehilangan. Atau malah kesedihan anda akan berhari-hari sehingga membuat anda masgul, bingung, kalut, pikiran kacau, kehilangan konsentrasi dalam bekerja, susah tidur, susah makan dan lain sebagainya. Banyak diantara kita jika kehilangan sesuatu maka kita akan merasa sedih bukan main. Apalagi barang yang hilang tersebut menyimpan sejarah atau memiliki arti penting buat kita. Atau bahkan anda selalu terbayang betapa anda sudah bersusah payah untuk mendapatkan barang tersebut. Sedih sekali bukan?

Allah Swt. menghendaki kesedihan pada kita dengan cara menghilangkan sesuatu atau barang yang ada pada diri kita, yang hakekatnya adalah ujian buat kita. Ini adalah sarana kita untuk berlatih untuk menghilangkan kecintaan-kecintaan yang ada pada diri kita terhadap sesuatu yang sebenarnya adalah titipan Allah Swt. Dengan kehilangan sesuatu atau barang juga merupakan teguran Allah Swt. agar senantiasa hati kita tidak cenderung kepada sesuatu atau barang tersebut. Karena maksud Allah ta’ala sesungguhnya menciptakan hati kita adalah bagaimana hati kita ada kecintaan kepada Allah. Karena hak utama yang harus dipenuhi oleh sebuah hati adalah agar begaimana hati ini sepenuhnya memilki kecintaan kepada Allah Swt.. Bagi seseorang yang memilki iman yang baik, maka dengan kehilangan benda-benda tersebut dia akan merasa bersyukur karena sesungguhnya Allah telah mengambil kembali titipanNya. Dengan diambilnya titipan tersebut sesungguhnya dia telah lepas dari tanggung jawab dalam menjaga dan mempergunakan titipanNya itu dengan sebaik-baiknya. Ironinya kita selalu merasa bahwa benda-benda yang kita miliki adalah seolah-olah benda tersebut milik kita sepenuhnya. Perasaan inilah yang sesungguhnya yang telah membuat hati susah dan menderita jika kita kehilangan sesuatu. Justru yang menjadi masalah adalah seberapa siap diri kita jika suatu saat sesuatu yang kita anggap milik kita tersebut diambil kembali oleh Yang Maha Pemberi. Sedangkan hakekat kehidupan dunia selalu Allah Swt. ciptakan dengan keadaan-keadaan datang dan pergi serta ada dan tiada. Ada awal dan akhir. Semua barang yang hebat-hebat yang ada disekitar kita sesungguhnya akan berakhir. Semua berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Lantas alasan apa yang menyebabkan kita bersedih jika benda-benda yang hakekatnya berasal dari tanah hilang dari diri kita.

Sebenarnya kecintaaan kita yang demikian besarlah yang membuat hati kita menjadi susah. Memang sangat susah sekali menata hati kita ini, agar hati kita tidak memilki rasa cinta yang besar terhadap sesuatu barang. Karena telah menjadi suatu kebiasaan dalam diri kita yang senantiasa selalu membangga-banggakan kebendaaan (keduniawian) tanpa adanya rasa syukur yang besar kepada Allah Swt. Sifat tamak yang ada dalam diri kitalah yang membuat kita seperti itu. Kelemahan iman kita menjadikan kita lemah dalam mensyukuri nikmat-nikmat Allah Swt.

Lalu bagaimana jika kita kehilangan amal-amal agama yang ada pada diri kita? Apakah kita juga akan merasa bersedih seperti jika kita kehilangan barang-barang yang kita sukai? Bagaimana perasaan kita jika melihat amalan agama yang mulia telah banyak berkurang baik dalam jumlah dan kualitas? Apakah kita juga akan merasa bersedih jika masjid-masjid di sekitar kita kosong dari amalan agama? Apakah kita akan merasa bersedih jika banyak saudara-saudara kita yang meninggalkan sholat dan puasa wajib? Apakah kita akan bersedih jika saudara wanita kita belum menutup aurat dengan sempurna? Bersedihkah kita jika kekhusuan dalam sholat dan baca quran sirna dari diri kita? Apakah kita akan merasa gundah gulana jika melihat ahklaq dan perilaku generasi muda kita sekarang yang cenderung meniru budaya barat dan kufur kepada Allah Swt.? Berapa banyak hari ini sudah sunnah-sunnah Rasulullah saw. telah hilang dan tidak menjadi pegangan dalam diri orang islam dan menjadi barang yang asing serta terlalu berat untuk kita amalkan. Apakah kita akan menangis melihat agama demikian cacat diamalkan dan nampak dengan jelas di depan hidung kita? Lalu apakah kita akan berpikir bahwa Rasulullah saw. akan tersenyum melihat keadaan ummat islam sekarang ini? Sementara kita saat ini masih tertawa dan sibuk untuk membuat angan-angan panjang tentang dunia dan kemajuan materi yang ada pada diri kita.

Kita akan merasa sangat kehilangan jika ada barang-barang milik kita hilang. Akan tetapi jika amal-amal agama ini hilang, maka kesedihan tidak ada pada diri kita. Atau jika kita sedihpun kadar kesedihan itu tidak sebesar jika kita kehilangan benda-benda kesukaan kita. Satu misal jika kita kehilangan amalan sholat malam, maka kita tidak akan merasa sedih seperti kita kehilangan sebuah jam tangan kesayangan kita. Jika kita kehilangan kesempatan untuk bersedekah kepada seseorang yang datang kepada kita maka kita tidak akan bersedih seperti kita kehilangan sebuah handphone terbaru yang baru kita beli dengan susah payah. Padahal kalau kita mau berpikir secara mendalam, nilai dari amal-amal agama yang bisa kita buat dengan mudah harganya jauh lebih tinggi dari benda-benda dunia. Apakah kita rela kehilangan sesuatu yang nilainya tinggi di sisi Allah Swt. daripada kehilangan benda-benda yang sifatnya fana dan merupakan titipan Allah.

Ini adalah indikator bahwa sebenarnya kita ini benar-benar belum merasa bahwa agama dan amalan-amalan yang terkandung di dalamnya adalah milik kita. Seseorang yang merasa memilki sesuatu barang maka dia akan berusaha menjaga barang tersebut dengan sebaik-baiknya. Begitu pula seseorang yang merasa memilki iman dan islam maka dia akan menjaga iman dan islam yang ada pada dirinya dengan sungguh-sungguh. Saya pernah lewat di sebuah rumah, dan melihat seseorang sedang mencuci sebuah mobil bagus dengan hati-hati sekali. Begitu telitinya dia membersihkan mobil itu sampai-sampai setiap sudut dari mobil itu dia bersihkan hingga mengkilat dan nampak seperti baru. Ketika ada sisi bagian mobil yang cacat karena tergores sedikit saja, maka dia panggil anaknya dan memarahinya kenapa mobil itu bisa sampai tergores. Dalam hati saya berkata apakah dia akan bersedih dan marah jika dirinya atau satu anggota keluarganya ada yang tergores dan cacat dalam hal iman dan amal shaleh.

Ini adalah salah satu kebodohan dan kejahilan kita. Berapa banyak sudah kesempatan dan amal-amal agama telah hilang dan kita lewatkan tanpa adanya rasa sadar dan perasaan rugi dalam diri kita. Berapa banyak sudah malam-malam yang mulia kita sia-siakan berlalu begitu saja. Berapa banyak sudah peluang dan kesempatan untuk berbuat baik hilang tanpa ada kesedihan dalam diri kita. Padahal Allah Swt. telah memberikan waktu yang sama kepada kita semua. Yakni 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Justru kita telah banyak membuat rencana-rencana dan skala prioritas kepada sesuatu yang yang sifatnya kebendaan untuk mengisi waktu-waktu kita. Kapan kita beli kendaraan untuk keluarga, kapan kita beli baju baru untuk anak-anak, kapan kita memperbaiki pagar garasi dan mengecat tembok rumah yang sudah kusam, kapan kita makan bersama teman dan kolega, kapan rencana-renana bisnis kita bisa dimulai, serta masih banyak lagi renana-rencana lain tercatat dengan tebalnya di buku agenda kita. Tapi pernahkan kita mencatat dan berusaha dengan keras untuk memperbaiki amalan-amalan kita yang hilang, kapan saya menambah rakaat dalam sholat tahajud, kapan kita menambah jumlah uang untuk sedekah, kapan menambah bacaan quran dan dzikir, kapan memulai silaturrahim dengan tetangga, kapan meningkatkan sholat berjamaah dimasjid, kapan memberi makan kepada fakir miskin yang ada di lingkungan kita, kapan mulai belajar berdagang dengan jujur, kapan memulai amalan dengan ikhlas, kapan memulai untuk menjaga pandangan mata, kapan memulai menambah sholat-sholat sunnah, kapan mencoba untuk amal ma’ruf nahi munkar, kapan memulai untuk belajar taqwa dan tawakkal. Padahal di sela-sela waktu kita untuk bekerja dan keluarga, masih banyak waktu tersisa yang bisa kita isi dengan kegiatan-kegiatan guna perbaikan diri. Dan untuk melakukan itu kita bisa memulainya dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Kadar dan kualitas amal kita akan bertambah sesuai dengan usaha dan kesungguhan kita dalam melakukannya. Ibarat seorang ayah yang mengulurkan tangan untuk membantu anaknya melakukan sebuah lompatan kecil untuk menyeberangi sebuah kolam kecil, Allah Ta’ala pun akan mengulurkan tanganNya kepada kita untuk membantu kita melakukan sebuah lompatan besar dalam hidup kita untuk untuk menjadi baik dan memilki kemuliaan di sisi Allah Swt. Sejauh mana kita mau berusaha keras dan sungguh-sungguh maka Allah Ta’ala akan sungguh-sungguh membantu kita.

Catatan:
Khalifah Abu Bakar Shidiq r.a. yang mulia mengatakan "Aku lebih rela istri-istri nabi diserang musuh dan bangkainya dicabik-cabik serigala daripada agama dan usaha agama terhenti"

No comments:

ilmu adalah investasi tiada henti