ikatlah ilmu dengan menuliskannya"sanitomichie"

Thursday, July 12, 2007

Melangkah dalam satu tujuan menuju ridho illahi.

Undangan Allah
Oleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR

IBADAH haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkarinya, maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam (QS. Ali Imran: 97).
Setiap orang yang berusaha taat menjalankan perintah Allah, pasti menginginkan bisa menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
Siapapun dia, kaya atau miskin. Tetapi, tak jarang pula orang yang telah dicukupkan hartanya dan diberi nikmat sehat, sering menunda-nunda kewajiban tersebut dengan berbagai alasan. Sementara, sebagian orang belum mampu berangkat haji karena masalah uang. Sahabat, perkara haji sama sekali bukan perkara ada atau tidaknya uang.
Betapa banyak orang yang dititipi harta melimpah, tapi tetap saja ia tidak bisa berangkat haji. Tak sedikit di antara mereka pulang-pergi ke luar negeri, namun toh tetap tidak pernah sampai ke tanah suci. Mengapa demikian?
Seseorang bisa menunaikan ibadah haji apabila telah di "diundang" oleh Allah Yang Mahakaya. Allah mengundang hamba-Nya disebabkan dua hal. Ada yang diundang karena niatnya baik, dan ada pula yang diundang karena niatnya jelek. Ada yang membedakan antara dua kelompok orang ini yaitu setelah kepulangannya dari tanah suci. Yang pertama, akan menyandang gelar haji mabrur dan yang kedua menyandang gelar haji mardud. Apa yang menyebabkan haji seseorang itu mabrur atau mardud? Penyebab utamanya adalah faktor niat.
Bila seseorang pergi haji karena ingin mendapatkan titel haji agar terlihat lebih bonafide, misalnya, maka niat seperti ini hanya akan menjerumuskan diri pada kesia-siaan. Ibadah haji adalah panggilan hati dan kewajiban setiap Muslim. Bahkan, dapat dianggap hutang bila belum ditunaikan. Alangkah indahnya andai sebelum mati, kita bisa menyempurnakan keislaman kita, hingga Allah pun berkenan menyempurnakan karunia nikmatnya pada kita.
Motivasi kedua adalah ingin menghapus segala dosa. Sebesar apa pun dosa seseorang, insya Allah akan terhapuskan bila hajinya diterima. Bila kita sudah memiliki keyakinan seperti ini, sebesar apa pun biaya yang harus dikeluarkan untuk ibadah haji, maka akan terasa kecil nilainya dibandingkan dengan hikmah dan manfaat yang diperoleh.
Bukankah uang yang kita keluarkan itu hakikatnya milik Allah juga? Ketiga adalah jaminan dari Allah dan Rasul-Nya bahwa tiada balasan yang lebih pantas bagi haji mabrur, kecuali surga. Barangsiapa yakin dengan janji ini, niscaya nilai harta yang dikeluarkan terlalu murah bila dibandingkan dengan pahala yang akan didapat. Betapa tidak, sudah dosa diampuni, mendapat jaminan surga, semua biaya yang telah dikeluarkan pun akan diganti dengan berlipat ganda ketika di dunia ini juga.
Tidak ada orang yang pulang dari tanah suci dan diterima hajinya, lantas jatuh miskin. Sebaliknya, Allah SWT akan memudahkan ia dalam mendapatkan rezeki. Jadi, tidak ada yang paling merugi di dunia ini, kecuali orang yang tidak mau berhaji padahal ia mampu. Bagaimana caranya agar Allah SWT berkenan mengundang kita ke rumah-Nya?
Seseorang yang mencintai sahabatnya, pasti mau berbuat apa saja bagi sahabatnya tersebut. Jadilah orang yang dicintai-Nya. Bila kita sudah dicintai Allah, maka Allah-lah yang akan memudahkan kita agar dapat menghadap-Nya. Kuncinya, amalkan semua perbuatan yang disukai Allah. Ternyata amalan pertama yang paling disukai Allah adalah salat tepat waktu, salat tahajud, birul walidain, memuliakan orang tua dan mendidik anak-anak, serta sedekah.
Sebanyak apapun harta yang kita belanjakan di jalan Allah, pasti Ia akan mengganti harta yang kita belanjakan tersebut dengan yang lebih banyak dan berkah. Karena itu tak heran bila Rasulullah SAW selalu melepas orang yang berhaji dengan sebuah doa, "Semoga Allah menerima hajimu, mengampuni dosamu, dan mengganti biaya-biayamu" (HR. Ad-Dainuri). Jadi, apalagi yang kita cemaskan dari janji-janji Allah tersebut? Wallahu 'alam.***

No comments:

ilmu adalah investasi tiada henti