Melangkah dalam satu tujuan menuju ridho illahi.
Racun-racun hati
Jangan meremehkan dosa! Sebab banyak manusia yang masuk neraka dan menjadi penghuninya disebabkan dosa-dosa yang mereka anggap ringan. Seperti juga banyak manusia yang terjerumus dalam perbuatan zina karena meremehkan pandangan mata. Mengira tidak ada pengaruh negatif dari mata mereka yang liar, memandang hal-hal yang diharamkan Allah.
Padahal, pandangan adalah utusan syahwat. Membakar gairah, memunculkan bermacam keinginan –yang sebagiannya bisa jadi kita tidak mampu bersabar menanggung akibatnya-, meracuni hati dan meninggalkan luka padanya, juga menghasilkan penyesalan. Bukankah ia adalah salah satu panah beracunnya Iblis, laknatullah ‘alaihi?
Racun-racun yang Lain
Selain banyak memandang, ada hal-hal lain yang tampak sepele namun sesungguhnya sangat membahayakan hati kita. Perkara-perkara ini akan memunculkan iradah (keinginan) yang menyimpang, menyebabkan hati menjadi sakit, kemudian menghancurkannya. Maka menjadi sangat penting bagi pendamba hati yang bening untuk mewaspadainya.
Banyak Bicara
Yang pertama adalah banyak bicara. Kenapa? Umar bin Khaththab aberkata, “Barangsiapa yang banyak bicaranya, banyak kesalahannya. Barangsiapa yang banyak kesalahannya, akan banyak dosanya. Dan barangsiapa yang banyak dosanya,maka neraka adalah tempat yang pantas baginya.” Maka, hati-hatilah jika berbicara! Agar untaian kata yang meluncur keluar dari lisan kita, bukanlah kata-kata yang sia-sia tanpa makna.
Gerakan lisan adalah gerakan anggota tubuh paling ringan,.yang justeru karena ringannya ini, banyak ucapan yang mendatangkan madharat bagi manusia. Di samping permusuhan, kebencian dan akibat negatif yang lain, banyak berbicara juga akan mengeraskan hati, kemudian menjauhkan mereka dari Allah. Bisa saja mereka mengucapkan kata-kata yang dimurkai Allah tanpa menyadarinya, kemudian kita masuk neraka karenanya. Naudzubillahi min dzalika!
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya, ada manusia mengucapkan kalimat yang dianggapnya biasa, namun dia terjun ke neraka sejauh tujuh puluh tahun karenanya.” (HR. at Tirmidzi.)
Umar bin Khathab pernah mengunjungi Abu Bakar yang sedang menarik lidah dengan tangannya. “Inilah benda yang akan menjerumuskanku ke neraka,” Abu Bakar menjawab pertanyaan Umar.
Marilah bermohon kepada Allah, agar untaian kalimat yang kita ucapkan membawa keuntungan dan manfaat bagi agama, dunia dan akhirat. Agar kita bisa berbicara yang baik-baik, atau diam saja. Ibnu Mas’ud berkata, “Wahai lisan, ucapkanlah kalimat yang baik-baik, niscaya kamu akan beruntung! Diamlah dari mengucapkan yang buruk-buruk, niscaya kamu akan selamat sebelum menyesal!”
Maka, kebersihan hati bisa dirasakan lewat lisan. Karena ucapan mengisyaratkan apa yang terpendam dalam hati, baik kita sadar ataupun tidak. Yahya bin Mu’adz berkata,”Hati ibarat kuali yang mendidihkan isinya. Sedang lisan ibarat centong pengambilnya .” Artinya, jika dengan centong kita bisa merasakan rasa satu masakan, kita juga bisa mencicipi hati seseorang lewat lisannya.
Maka benarlah sabda baginda Rasulullah, “Iman seseorang tidak akan lurus sebelum hatinya lurus sedang hati tidak akan lurus sebelum lisannya lurus.”
Banyak Makan
Salah satu yang bisa membuat hati menjadi lembut, daya pikir menguat, hawa nafsu dan sifat marah melemah, adalah laparnya perut. Maka alangkah bagusnya jika kita bisa makan seperlunya dan tidak berlebihan. Sebab banyak makan termasuk salah satu racun hati, yang akan memberi akibat sebaliknya dari hal-hal di atas.
Rasulullah bersabda,
“Tidak ada bejana yang diisi anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa, maka sepertiga perutnya untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya! ” (HR.at Tirmidzi)
Kemajuan bidang kuliner yang luar biasa, menyediakan makanan lezat berlimpah di sekitar kita. Jika tidak waspada, kita akan tergoda mencobanya. Kadang kita malah tidak peduli dengan kehalalannya. Bejana paling buruk ini memang bisa menyeret kita pada makan secara berlebihan. Banyak makan membuat kita banyak minum, kemudian banyak tidur. Setelah itu banyak hal buruk yang mengintai sebagai akibatnya.
Obesitas (kegemukan) adalah salah satu contohnya. Ada lagi kekenyangan yang seringkali membuat kita malas dan berat mengerjakan ibadah, juga dorongan untuk berbuat maksiat yang lebih kuat. Bukankah banyak kemaksiatan yang berawal dari perut yang kekenyangan? Maka, barangsiapa yang bisa menjaga perutnya dari keburukan, sesungguhnya dia telah menjaga dirinya dari keburukan yang lebih besar.
Seperti ucapan Ibrahim bin Adham,”Barangsiapa memelihara perutnya, akan terpelihara diennya. Barangsiapa mampu menguasai rasa laparnya, akan memiliki akhlak yang baik. Karena sesungguhnya kemaksiatan kepada Allah itu jauh dari hamba yang lapar, dan dekat kepada hamba yang kenyang .”
Banyak Bergaul
Kuper alias kurang pergaulan? No way! Demikian ucapan yang sering kita dengar di telinga. Seolah-olah hal itu adalah keburukan total yang tidak ada kebaikan lagi baginya. Karena itu, banyak yang kemudian berlomba menjadi manusia gaul, sepertinya bagus dan keren jika disebut begitu. Banyak media, -cetak maupun elektronik- yang memandu penikmatnya cara-cara gaul paling moderen, lengkap dengan segala pernik-perniknya. Benarkah bergaul banyak, bermanfaat banyak?
Jawabannya, tidak selalu! Karena bergaul ibarat makanan. Tidak semuanya lezat dan menyehatkan. Banyak juga makanan yang tampak membangkitkan selera, ternyata adalah junk food (makanan sampah), yang bukan saja tidak memberikan gizi seimbang, namun malah membahayakan kesehatan. Yang lezat dan bergizi saja jika berlebihan juga bisa menimbulkan akibat negatif.
Seperti itu juga bergaul. Ia bisa menambah ilmu dan wawasan, memperluas jaringan pertemanan, atau sebagai realisasi ke-makhluk sosial-an kita, yang karenanya menjadi baik dan dibutuhkan asal tidak berlebihan. Namun banyak juga bentuk bergaul yang malah menimbulkan madharat. Membuat kita akrab dengan maksiat dan kejahatan, atau minimal mengurangi nilai ibadah kita.
Dalam bergaul, ada empat tipe manusia. Ketepatan kita mengklasifikasikannya akan membantu kita memilih mana yang bisa kita ajak bergaul, dan mana yang harus kita singkiri. Kesalahan melakukan klasifikasi akan mendatangkan bencana yang merugikan.
Empat Tipe Manusia
Para ulama adalah tipe makanan bergizi. Bergaul dengan mereka adalah keuntungan yang nyata, karena kebutuhan kita yang demikian besar kepada mereka. Ibarat makan yang kita butuhkan pagi, siang dan malam, pergaulan dengan mereka mutlak harus kita lakukan. Mereka memahami perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya, tipu daya musuh-musuh Allah, penyakit-penyakit hati beserta obatnya, juga keteladanan dalam kesetiaan kepada Allah dan Rasulullah.
Tipe obat adalah tipe yang kita perlukan sekedarnya saat kita sakit. Jika kita sehat, kita tidak memerlukan untuk bergaul dengan tipe ini. Bukankah obat tidak kita perlukan saat sehat badan? Mereka adalah para profesional dalam urusan muamalat, bisnis dan semacamnya. Kita membutuhkan mereka untuk memperlancar urusan maisyah (mata pencaharian) kita.
Ada tipe penyakit, bergaul dengan mereka berarti mengkonsumsi penyakit. Setelah kita tertular, seringkali butuh waktu lama untuk menyembuhkannya. Mereka adalah orang-orang yang tidak membawa keuntungan dunia akhirat, namun malah merugikan. Salah satunya atau kedua-duanya.
Ada juga pergaulan yang bisa membinasakan kita secara total. Ini adalah tipe racun. Tidak ada kebaikan sama sekali bergaul dengan mereka. Para ahli bid’ah, penghalang sunnah, penyeru kesesatan serta dai-dai kemaksiatan termasuk dalam kategori ini. Sebagai hamba yang berakal tentu saja kita wajib menjauhi mereka sekuat tenaga.
Akhirnya, membersihkan hati salah satunya dengan menyelamatkan hati dari racun-racun yang ada. Semoga kita berhasil. Wallahu Musta’an.
Sumber: ar-risalah
No comments:
Post a Comment