6 |
Setelah Putus Pacaran |
STUDIA Edisi 310/Tahun ke-7 (11 September 2006) |
Stop Press!! Artikel ini khusus buat mereka yang berpacaran dan pernah punya pacar. Waduh, gimana dong nasib mereka yang hidupnya lurus-lurus aja alias nggak pernah pacaran? Masa’ nggak boleh ikutan baca? Hehe... tentu boleh dong. Siapa tahu ada orang-orang di sekeliling kamu yang membutuhkan, padahal kamu masih belum punya pengalaman, kamu tinggal kasihkan artikel STUDIA edisi kali ini. Asyik kan? Masa pacaran, siapa sih yang nggak panas-dingin bila mengenangnya? Panas-dingin karena teringat indahnya. Tapi bisa juga panas-dingin karena takut dosanya. Yang pasti sih, saya yakin kamu udah pada insaf kalo pacaran tuh cuma ajang menumpuk dosa akibat baku syahwat yang melanggar syariat. Kalo masih belum yakin juga, kamu bisa baca-baca lagi file STUDIA yang lalu-lalu biar ingatanmu fresh lagi. Nah, udah ingat lagi kan? Kamu yang dulu memutuskan si dia karena takut dosa. Kamu yang memutuskan kekasih karena insaf. Kamu yang tak mau lagi mempunyai ikatan nggak sah. Kamu yang udah nyadar dan nggak pingin mengulangi lagi. Entah kenapa tiba-tiba aja bayangan si dia nongol lagi dalam benakmu. Ketika si dia hadir kembali Tenang aja, yang namanya perasaan itu bersifat ghoib kok, nggak terlihat. Karena nggak terlihat maka tak bisa pula dikenai hukum. Tapi meskipun bebas dari hukum, bukan berarti kamu bisa bebas juga membiarkannya tanpa batas. Catet ye! Bukanlah ada Yang Maha Mengetahui baik yang ghoib dan yang nyata? Ya, meski tak ada satu pun teman yang memergoki, tapi kamu pantas malu dong sama Dia. Ia Yang Maha Memantau kondisi hatimu. Lagi pula, kalo yang namanya rasa, meski nggak terlihat tapi ia akan membekas pada perbuatan. Jadi, bisa aja kamu tanpa sadar menyebut namanya. Atau setengah pingsan berusaha lewat depan kelasnya hanya demi bisa melihat sosoknya meski sekilas. Duh... sampe sebegitunya ternyata kalo perasaan dimanjakan. Padahal sedari awal ketika kamu mengambil keputusan untuk mem-PHK dia, kamu sudah sadar sesadar-sadarnya bahwa pacaran adalah salah satu jalan syaitan untuk mengajak maksiat. Karena kamu nggak mau jadi teman syaitan, maka kamu pun nggak mau lagi pacaran. So, sebetulnya kamu itu udah paham kok bagaimana menyikapi pacaran. Cuma yang kamu agak nggak paham adalah menyikapi kenangan yang kadangkala timbul tenggelam kayak tanpa dosa, gitu. Hati-hati musang berbulu domba Meskipun sudah jadi calon suami dan bawa teman sekampung, kamu masih belum boleh tuh nginap di rumahnya. Apalagi pake acara pelesir ke tempat-tempat rekerasi. Duh duh... di mana pemahaman kamu tentang hukum syara’ selama ini? Or jangan-jangan kamu bolos ya waktu pembahasan topik pergaulan dalam Islam? Atau.. memang nggak paham? Kamu kudu hati-hati, saat ini banyak ikhwan jadi-jadian kayak gini. So, biar kamu nggak terjerumus lagi, niatkan hijrahmu ini karena Allah saja, bukan yang lain. Lalu berkumpullah dengan orang-orang sholeh dalam hal ini akhwat-akhwat sholihah yang menjaga diri dan pergaulan. Dengan berkumpul bersama mereka, akan ada orang yang akan menjaga dan menasihati kamu bila akan salah langkah. Kalo sudah sampe pada tataran ini, kamu kudu introspeksi. Apa yang salah pada dirimu? Kenapa bayangan doi masih menari-nari? Kenapa kenangan itu sulit dihapus dari hati? Pertama, mungkin saja kamu lagi krisis hati yang bermula dari kekurangdekatan kamu pada Yang Maha Membolak-balik hati. Kamu masih punya sekian banyak waktu luang sehingga terbuka peluang untuk bengong. Padahal yang namanya syaitan itu paling demen masuk pada momen ini. Panjang angan-angan dengan banyak melamun. Jadi bisa aja kamu begitu dengan berdarah-darah saat memutuskannya. Hehehe..biar hiperbolis gitu kedengarannya. Maksudnya, kamu sebetulnya masih sayang sama dia dan nggak ingin pisah darinya. Tapi kesadaranmu terhadap keterikatan pada hukum Allah Swt., bahwa pacaran adalah aktivitas mendekati zina, jauh lebih kamu pilih daripada kelembutan si dia. Ketiga, bisa jadi kamu ternyata nggak begitu paham konsep jodoh. Kamu mati-matian masih berat sama dirinya meski udah putus. Ada terbersit rasa takut dalam dirimu gimana kalo ternyata si mantan nikah sama cewek lain. Itu artinya, kamu belum benar-benar putus dan mengikhlaskan dirinya pergi. Jadinya, kamu masih ada harap-harap si dia akan datang dan ngajakin kamu merit. Padahal harapan itu jauh panggang daripada api alias sulit terwujud. Lha wong ternyata pacarmu saat ini malah asyik berlumur maksiat dengan punya cewek baru setelah kamu putus. Iman adakalanya bertambah dan berkurang. Ketika imanmu sedang tinggi-tingginya, kamu begitu pasrah dan ikhlas melepaskannya. Tapi ketika iman sedang down, kamu merasa begitu sayang dan ingin kembali padanya. Itu sebabnya ada resep sederhana: iman bertambah jika taat kepada aturan Islam, iman berkurang tentu jika kita maksiat kepada Allah dan RasulNya. Pilih mana ayo? Orang cerdas, pilih taat syariatNya dong ya. Betul ndak? Yakinlah pada takdirNya Ada sebuah peristiwa, sepasang remaja yang saling mencinta harus rela memutuskan ikatan tanpa status yang mereka punya alias pacaran. Kedua pasang remaja ini adalah pasangan idola di masa SMA. Beberapa tahun kemudian, yang akhwat alias remaja putri tadi memutuskan untuk menerima khitbahan seorang ikhwan. Entah dengan alasan apa, ia memutuskan tidak mau melihat siapa calon suaminya hingga akad tiba. Ia hanya percaya saja pada pembina ngajinya tentang kualitas nih ikhwan. Sumpah! Dan tepat ketika akad nikah tiba, saat ia harus mencium tangan suaminya, ia mendongak dan jatuh pingsan. Apakah suaminya bewajah seperti beast hingga ia shock? Ternyata sebaliknya. Suami yang kini telah sah menjadi pasangan jiwanya adalah seseorang yang begitu dalam terpatri di lubuk hatinya. Kekasih yang diputuskannya karena Allah dan saat ini Allah pula yang menyatukan sang kekasih dengan dirinya lagi. Tapi kamu jangan buru-buru gembira dulu. Wah, asyik, aku putusin aja sang pacar sekarang. Beberapa tahun lagi ia pasti akan datang meminang dan menikahiku. Waduh, kalo gitu caranya, kamu taat syariat tapi dengan pamrih tuh. Namanya nggak ikhlas, Non. Padahal sebuah amal nggak bakal diterima bila bukan semata-mata hanya mengharap ridhoNya saja. Jadi, pamrih yang dibolehkan cuma ridho Allah, lain tidak. Karena ada juga sebuah kisah lain yang tidak sama dengan yang di atas. Nih akhwat cakep banget dan di masa jahiliyah sebelum paham Islam dengan baik dan benar, pacar-pacarnya selalu cakep dan kaya. Setelah ngaji, ia pun memPHK pacarnya dan tak mau lagi berhubungan dengan mereka. Dua tahun mengaji, ada ikhwan datang meminangnya. Kondisi ikhwan ini sangat jauh dari tipe laki-laki yang pernah menjadi pacar-pacarnya. Secara fisik, nih ikhwan lebih pendek dari si gadis. Apalagi kakinya juga cacat sebelah. Secara harta, ia pun masih awal dalam pekerjaannya. Tapi apa yang dilakukan oleh si gadis? Ia menerima ikhwan ini karena satu hal, kesholehannya. Kemungkinan ini sangat bisa terjadi. Mungkin secara fisik dan harta, jodohmu tak seindah yang pernah menjadi pacar-pacarmu. Tapi satu hal, bila kesholihan seseorang yang kamu jadikan patokan, maka insya Allah akan barokah dunia akhirat. Dan yang utama, niat atau motivasi kamu dalam beramal sangat menentukan kualitas dirimu ke depan. “Aku baik-baik saja” Jangan mengulang kesalahan yang sama ketika kamu sudah meng-azzam-kan diri alias bertekad untuk berubah. Kalo ternyata sikap dan kelakuan kamu masih sama, bukan nama kamu saja yang bakal jelek. Tapi citra muslimah berjilbab dan anak ngaji pun akan tercoreng. Ibarat susu sebelanga, jangan sampai kamu menjadi nila setitik itu. Pancangkan tekad kuat bahwa kamu nggak akan pernah tergoda lagi untuk ngulangin pacaran. Kamu nggak akan terbuai oleh embel-embel Islam padahal sejatinya adalah maksiat. Dan supaya nggak terjatuh ke lubang yang sama, kamu kudu rajin mencari ilmu tentang batasan pergaulan dalam Islam. Jangan menjadi anak ngaji hanya karena pingin dapat jodoh dari sana. Sesungguhnya setiap amalan dinilai Allah berawal dari niatnya. Yakinlah kamu akan baik-baik saja kok meski tanpa sang mantan or si ikhwan jadi-jadian. Jodohmu sudah tertulis sejak mula ruhmu ditiupkan. Bahkan Allah telah menjanjikan bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik dan perempuan yang baik juga untuk laki-laki yang baik. Begitu sebaliknya (coba deh kamu buka al-Quran surat an-Nuur ayat 26). Kamu nggak usah resah dan gelisah masalah jodoh. Toh kita hidup bukan cuma ngurusi masalah satu ini kan? Selama kamu maksimal beikhtiyar dengan jalan yang baik dan benar, jodoh yang datang nanti juga nggak jauh dari kualitasmu. Yakin aja.[ria: riafariana@yahoo.com] |
Cuplikan dari : Dudung.net
No comments:
Post a Comment