Dan ia pun berlalu ...
::
Akhirnya kau ciptakan
Jarak yang tak terlihat
Ada hati yang perlahan menjauh
Ada rindu yang perlahan melemah
Ada cinta yang perlahan mengigaukan lolongan panjangnya
Langit tlah meredup
Harap di hati tlah pudar
Mimpi pun tlah terbunuh
Bukan dirimu yang patut kau cemaskan, kawan
Kau tak pernah tahu pahitnya diperdaya cinta
Kau tak pernah tahu indahnya cinta
Sebelum kau mati karenanya
Tlah kulihat pias pucat di wajahnya
Tlah kulihat airmata yang mengering di pipinya
Tlah kulihat binar itu yang kini tlah padam
Ia hanya menggeleng lemah
Tak ingin bicara
Ia masih seperti gadisku sepuluh tahun yang lalu
Gadis yang sama
Dengan paras yang sama
Ketika ia memilih untuk meninggalkanku
Tiada seorang pun yang dapat meredakan ombak
Tiada seorang pun yang dapat menenangkan angin
Hanya ia
Yang mampu membuatku bersimpuh
Memohon hatinya kembali untukku
Ia, sang pemetik badai
Tak pernah kulupa tatap matanya
Menghunjam ke jiwaku
Dan ia pun berlalu
Tak mudah memahami hatinya
keras bagai pualam, lembut laksana sutra
Tiada hati yang abu-abu
Hitam dan putih
Tegas dan tegar
Tak ragu berkeputusan
walau harus menangisi jejak sepanjang jalan
Dan aku tahu,
ia tlah melakukan hal yang sama padamu
Seperti sepuluh tahun yang lalu
Tiada sedu,
Parasnya beku menatapku.
Akhirnya ia bersuara,
“Tlah kusudahi sebuah perjalanan
perjalanan sia-sia sebuah harap dan mimpi.
Kini kuyakin harap dan mimpi tak pernah ada.
Yang ada hanyalah kenyataan yang harus dihadapi.
Dan aku akan melaluinya, lagi.
Tanpa airmata.”
Suara datar itu serasa mencabik-cabikku,
Kesedihannya tak terbias di paras bekunya
Paras yang sama
Sepuluh tahun yang lalu
ketika ia memilih untuk meninggalkanku
Bertahun kubiarkan kenangan mengisi angankuKini
Gadis ceria penuh semangat
Matanya yang slalu berbinar
Kerinduannya yang membuncah saat bertemu
Hangat peluknya masih terasa di tubuhku
Dan akhirnya semua lenyap karena kesalahanku
Setiap detik kujeritkan sesalku
Betapa permata indah
tlah terlepas dari genggamanku
Seorang gadis
Yang mampu meredakan ombak
Menenangkan angin
Setia menantiku dalam harap
Yang kukandaskan dalam kebodohanku
Paras beku itu
Sepuluh tahun yang lalu
Hanya menatapku
dan ia pun berlalu
Paras beku itu tercenung
Di sini, di sebuah tempat yang sunyi
Ku rasakan keletihannya
Kesendiriannya
Tiada pernah bisa dibagi
“Mungkin aku memang tak boleh memiliki.
Sebuah hidup hanya berdua.
Mungkin aku harus dimiliki oleh semua,
sehingga tiada yang terluka.”
Suara yang tetap datar,
kurasakan kebencian yang amat sangat
telah melelehkan hatinya yang lembut
berganti dengan dendam panjang tak berkesudahan
Dan aku hanya bisa tertunduk
kecewa
mengapa kau tiada berbeda denganku
mengeringkan airmatanya
lalu memohon ampun padanya
Sungguh
ia hanya akan menatapmu
dan berlalu.
:: Maafkan aku
No comments:
Post a Comment